Page 129 - FIKIH_MTs_KELAS_ IX_KSKK_2020
P. 129

Dengan demikian, barang yang tidak dapat diperjualbelikan karena tidak ada

                             harganya atau haram untuk diperjualbelikan termasuk tergolong barang yang
                             tidak  dapat  digadaikan.  Hal  yang  demikian  itu  dikarenakan  tujuan  utama

                             disyariatkannya pegadaian tidak dapat dicapai dengan barang yang haram atau
                             tidak dapat diperjualbelikan.

                           b.  Barang Gadai adalah amanah.
                             Barang gadai bukanlah sesuatu yang harus ada dalam hutang piutang, itu hanya

                             diadakan dengan kesepakatan kedua belah pihak. Misalnya jika pemilik uang

                             khawatir uangnya  sulit  atau tidak dapat  dikembalikan. Jadi,  barang gadai  itu
                             hanya sebagai penegas  dan penjamin  bahwa peminjam akan mengembalikan

                             uang  yang  akan  dia  pinjam.  Oleh  karena  itu,  jika  dia  telah  membayar
                             hutangnya maka barang tersebut kembali ke tangannya.

                           c.  Barang Gadai dipegang pemberi hutang
                             Barang gadai tersebut berada di tangan pemberi hutang selama masa perjanjian

                             gadai,  sebagaimana  firman  Allah  Swt.  “Jika  kamu  dalam  perjalanan  (dan

                             bermu’amalah  tidak  secara  tunai)  sedang  kamu  tidak  memperoleh  seorang
                             penulis, maka hendaklah ada barang  tanggungan yang dipegang  (oleh yang

                             berpiutang).” (QS. Al-Baqarah [2]: 283).

                     5.  Pemanfaatan Barang Gadai.

                         Pihak pemberi hutang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadai. Sebab,
                         sebelum dan setelah digadaikan, barang gadai adalah milik orang yang berhutang,

                         sehingga  pemanfaatannya  menjadi  milik  pihak  yang  berhutang  sepenuhnya.

                         Adapun  pemberi  hutang,  maka  ia  hanya  berhak  untuk  menahan  barang  tersebut,
                         sebagai jaminan atas uangnya yang dipinjam sebagai hutang oleh pemilik barang.

                         Sebagaimana keputusan ulama dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke-2 di Surabaya
                         tanggal 29 Oktober 1927 M, memutuskan haram hukumnya untuk memanfaatkan

                         barang  jaminan.  Misalnya  penerima  barang  gadai  berupa  sebidang  sawah

                         memanfaatkan sawah tersebut untuk bercocok tanam tanpa syarat pada waktu akad,
                         baik yang sudah menjadi kebiasaan atau dengan syarat maupun perjanjian tertulis,

                         karena akad itu mengadung unsur mengambil manfaat dari hutang (riba). Namun di
                         sana  ada  keadaan  tertentu  yang  membolehkan  pemberi  hutang  memanfaatkan

                         barang gadai, yaitu bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diperah


                                                      FIKIH MADRASAH TSANAWIYAH KELAS IX 113
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134