Page 27 - Filsafat Islam Khansa.indd
P. 27
Dalam bidang hukum, kajian bahasa tersebut pada gilirannya mendorong
fuqaha untuk menjelaskan maksud-maksud yang diinginkan dalam teks suci.
Dorongan itu semakin kuat seiring dengan adanya keperluan untuk menjawab
masalah-masalah konkret di masyarakat. Pada awal perkembangan Islam, ketika
Rasulullah Saw. masih hidup, semua persoalan dapat diselesaikan dengan cara
ditanyakan langsung kepadanya, atau diatasi lewat cara kesepakatan (ijmâ`) di
14
antara para sahabat. Akan tetapi, hal itu tidak dapat lagi dilakukan setelah
Rasulullah wafat dan persoalan-persoalan semakin banyak dan rumit seiring
dengan perkembangan Islam yang demikian cepat. Jalan satu-satunya adalah
kembali kepada ajaran teks suci, Al-Quran, lewat berbagai pemahaman. Dalam
hal ini, ada beberapa model kajian resmi yang nyatanya mempunyai relevansi
fi losofis dan rasional. Pertama, penggunaan takwîl. Makna takwil diperlukan
untuk mengungkap atau menjelaskan masalah-masalah yang sedang dibahas.
Meski model ini diawasi secara ketat dan terbatas, dalam pelaksanaannya jelas
membutuhkan pemikiran dan perenungan mendalam, karena ia berusaha ‘keluar’
15
dari makna lahiriah (zhahir) teks. Kedua, pembedaan antara istilah-istilah atau
pengertian yang mengandung lebih dari satu makna (musytarak) dan istilah-
istilah yang hanya mengandung satu arti. Di sini justru lebih mendekati model
16
penyelesaian falsafi dibanding yang pertama. Ketiga, penggunaan qiyâs (analogi)
atas persoalan-persoalan yang tidak ada penyelesaiannya secara langsung dalam
17
teks. Misalnya, apakah larangan menimbun emas dan perak (QS Al-Taubah
[9]: 34) itu hanya berlaku pada emas dan perak atau juga meliputi batu permata
dan batu berharga? Apakah kata mukmin dan Muslim dalam Al-Quran juga
mencakup wanita dan budak?
Yang perlu dicatat dalam pertumbuhan dan perkembangan kajian
perundangan Islam (fiqh) ini dalam kaitannya dengan pemikiran rasional
adalah tempat yang diduduki logika dalam perdebatan-perdebatan fi qhiyah,
18
setidaknya pada lingkungan mereka pendukung ra’y. Walau logika terpusat
pada qiyas dan masih sangat sederhana, tetapi maknanya cukup besar dalam
perkembangan pemikiran rasional. Sering terjadi, sebelum menjadi seorang ahli
falsafah atau teologi, yang bersangkutan adalah fâqih (ahli perundangan Islam). Ia
14 Noel J. Coulson, Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah, Terj. Abd Mun`im (Jakarta: P3M, 1987), hlm. 26.
15 Louis Gardet , Falsafah al-Fikr al-Dînî... hlm. 73.
16 Louis Gardet , Falsafah al-Fikr al-Dînî... hlm. 74.
17 Oliver Leaman, Pengantar Falsafah Islam... hlm. 9.
18 Louis Gardet , Falsafah al-Fikr al-Dînî... hlm. 74; Mustafa Abd Al-Raziq, Tamhîd li Târîkh al-Falsafat al-Islâmiyah
(Qahirah: Lajnah al-Taklif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1959), hlm. 203–213.
28
28
pustaka-indo.blogspot.com