Page 29 - Filsafat Islam Khansa.indd
P. 29

Tuhan, dan pernyataan dari Al-Quran sendiri bahwa Isa adalah juga “kalimah”
              (perkataan) Tuhan. Artinya, Al-Quran dan Isa adalah sama-sama “kalam” atau
              “kalimah” Tuhan. Jika demikian, pertanyaannya, Al-Quran itu diciptakan (hadîts)
              atau tidak (qadîm). Pertanyaan ini membawa dampak teologis. Jika Al-Quran itu
              qadîm berarti Isa juga qadîm, karena sama-sama “kalâm” atau “kalimah” Tuhan.
              Dengan begitu, berarti benar pengakuan kaum Nasrani bahwa Isa adalah Tuhan
              karena dia juga qadîm. Sebaliknya, jika Al-Quran adalah hadîts (diciptakan)
              maka berarti Tuhan sebelumnya tidak mempunyai perkataan (kalâm) atau

              benar tuduhan orang kafir Makkah bahwa Al-Quran adalah karangan Nabi
              Muhammad belaka.   21
                   Polemik-polemik seperti itu menggiring para intelektual Muslim periode
              awal, khususnya para ahli teologi, untuk berpikir rasional dan fi losofi s, dan
              kenyataannya metode-metode analisis yang diberikan atas masalah teologis tidak

              berbeda dengan model filsafat Yunani. Perbedaan di antara keduanya, menurut
                      22
              Leaman,  hanyalah terletak pada premis-premis yang digunakan, bukan pada
              valid tidaknya tata cara penyusunan teori. Yakni, bahwa pemikiran teologi Islam

              didasarkan atas teks suci sedangkan filsafat Yunani didasarkan atas premis-premis
              logis, pasti, dan baku.



              C. Penerjemahan Filsafat Yunani

              Peradaban dan pemikiran Yunani, termasuk filsafat, sesungguhnya telah mulai

              dikenal dan dipelajari kaum sarjana di kota Antioch, Haran, Edessa, dan
              Qinnesrin (wilayah Syiria utara), juga di Nisibis dan Ras`aina (wilayah dataran
                                          23
              tinggi Iraq) sejak abad IV M.  Kegiatan akademik ini tetap berjalan baik dan
              tidak terganggu oleh penaklukan tentara Muslim ke wilayah tersebut yang
              terjadi pada masa kekhalifahan Umar ibn Khattab (634–644 M). Kenyataan ini
              setidaknya bisa dibuktikan dengan masih semaraknya kajian-kajian teologi di
              biara Qinissirin di Syiria dan munculnya tokoh yang menghasilkan karya-karya
              filsafat, seperti Severas Sebokht  (w. 667 M) yang mengomentari Hermeneutica

              dan Rhetorica Aristoteles, juga Jacob (w. 708 M) yang menulis Enchiridion dan
              menerjemahkan Categories karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. 24

              21  Louis Gardet  Falsafat al-Fikr, I... hlm. 60–63.
                         ,
              22  Oliver Leaman, Pengantar Falsafah Islam... hlm. 10.
              23   Philip K. Hitti, History of the Arabs... hlm. 241-2.
              24  Madjid Fakhry, a History of Islamic Philosophy (New York: Colombia University Press, 1983), hlm. 3–4.



                                                 30
                                                 30

                                                                             pustaka-indo.blogspot.com
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34