Page 16 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 16

15   Adab al-Alim Wa al-Muta'allim



               Empat, memandang guru dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan

               dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna. Karena
               pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya.


               Abu Yusuf berkata: “Aku mendengar para ulama' salaf berkata:  “Barang siapa yang tidak

               mempunyai sebuah I'tikad (keyakinan) tentang kemuliaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia.

               Maka bagi pelajar jangan memanggil guru dengan menggunakan ta' khitab (baca: kamu) dan
               kaf khitab (mu), pelajar juga jangan memanggil dengan namanya guru saja. Bahkan ia harus

               memanggil dengan: "yaa sayyidi" , wahai tuanku atau “yaa ustadzi", wahai guruku. Juga ketika
               seorang  guru  tidak  berada  ditempat,  maka  pelajar  tidak  diperkenankan  memanggil  dengan

               sebutan namanya kecuali  apabila nama tersebut  disertai dengan sebutan  yang memberikan

               pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yang diucapkan pelajar: "Syekh" “Al
               Ustadz" berkata begini, begitu "atau “guru kami berkata” dan lain sebagainya.


               Kelima,  hendaknya  pelajar  mengetahui  kewajibannya  kepada  gurunya  dan  tidak  pernah

               melupakan  jasa-jasanya,  keagungan  dan  kemuliaannya,  serta  selalu  mendoakan  kepada
               gurunya baik ketika beliau masih hidup atau setelah meninggal dunia.



               Selalu menjaga keturunannya, para kerabatnya dan orang-orang yang beliau kasihi, dan selalu
               menekankan  terhadap  dirinya  sendiri  untuk  selalu  berziarah  ke  makam  beliau,  untuk

               memintakan  ampun,  memberikan  shadagah  atas  nama  beliau,  selalu  menampakkan  budi
               pekerti  yang  bagus  dan  memberikan  petunjuk  kepada  orang  lain  yang  membutuhkannya,

               disamping  itu  pelajar  harus  selalu  menjaga  adat  istiadat,  tradisi  dan  kebiasaan  yang  telah

               dilakukan  oleh  gurunya  baik  dalam  masalah  agama  atau  dalam  masalah  keilmuan,  dan
               menggunakan  budi  pekerti  sebagaimana  yang  telah  dilakukan  oleh  gurunya,  selalu  setia,

               tunduk dan patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.


               Keenam, pelajar harus mengekang diri, untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang

               gundah gulana, marah, atau budi pekerti/perilaku beliau yang kurang diterima oleh santrinya.


               Hendaklah hal tersebut tidak menjadikan pelajar lantas meninggalkan guru (tidak setia) bahkan
               ia  harus  mempunyai  keyakinan  (i'tigad)  bahwa  seorang  guru  itu  mempunyai  derajat  yang

               sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsiri, menta'wil semua pekerjaan-pekerjaan
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21