Page 18 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 18

17   Adab al-Alim Wa al-Muta'allim



               kepada guru waktu khusus untuk dirinya sendiri agar diajarkan ilmu, meskipun murid tersebut

               seorang pemimpin atau orang besar, sebab hal itu merupakan kesombongan dan pembodohan
               kepada guru dan murid-murid yang lain.


               Namun  bila  guru  yang  minta  waktu  khusus  karena  tidak  bisa  hadir  di  waktu  yang  sudah

               disepakati entah karena ada uzur atau karena suatu kemaslahatan yang dipandang baik, maka

               hal tersebut boleh-boleh saja.


               Kedelapan, apabila pelajar duduk di hadapan kyai, maka hendaklah ia duduk di hadapannya
               dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya (seperti duduk

               pada tahiyat awal) atau duduk seperti duduknya orang yang melakukan tahiyyat akhir, dengan

               rasa tawadiu', rendah diri, thuma'ninah (tenang) dan khusyu'.


               Sang santri tidak diperbolehkan melihat ke arah gurunya (kyai) kecuali dalam keadaan darurat,
               bahkan  kalau  memungkinkan  sang  santri  itu  harus  menghadap  ke  arah  gurunya  dengan

               sempurna sambil  melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia harus
               berfikir, meneliti dan berangan-angan apa yang beliau sampaikan sehingga gurunya tidak perlu

               lagi untuk mengulangi perkataannya untuk yang kedua kalinya.


               Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat ke arah kanan, kiri atau melihat ke arah atas (tolah

               toleh:jawa)  kecuali  dalam  keadaan  darurat,  apalagi  gurunya  sedang  membahas,  berdiskusi
               tentang berbagai macam persoalan.



               Pelajar tidak diperbolehkan membuat kegaduhan sehingga sampai didengar oleh sang kyai dan
               tidak boleh memperhatikan beliau, santri juga tidak boleh mempermainkan  ujung bajunya,

               tidak  boleh  membuka  lengan  bajunya  sampai  kedua  sikunya,  tidak  boleh  mempermainkan
               beberapa anggota tubuhnya, kedua tangan, kedua kaki atau yang lainya, tidak boleh membuka

               mulutnya, tidak boleh menggerak-gerakkan giginya, tidak boleh memukul tanah atau yang

               lainya dengan menggunakan telapak tanganya atau jari-jari tangannya, tidak boleh mensela-
               selai kedua tangannya dan bermain-main dengan mengunakan sarung dan sebagainya.


               Santri ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tidak diperbolehkan menyandarkan dirinya

               ketembok, ke bantal, juga tidak boleh memberikan sesuatu kepadanya dari arah samping atau
               belakang, tidak boleh berpegangan pada sesuatu yang berada di belakangnya atau sampingnya.
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23