Page 46 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 46

semiotik  dengan  alasan  bahwa  karya  sastra  adalah  struktur  tanda-tanda  yang

                        bermakna.  Pradopo  (2011,  hlm.  224)  menyatakan  bahwa  semiotik  adalah  ilmu
                        tentang tanda-tanda yang sudah terlahir di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,

                        dan menduduki posisi dominan dalam penelitian sastra di antara teori-teori sastra

                        lainnya sperti sosiologi sastra, teori  dan kritik sastra feminis,  dekonstruksi,  dan
                        estetika resepsi.

                             Menurut Zaimar (1990), beberapa teoritisi sastra menganggap semiotik dapat
                        dijadikan sebagai salah satu alat untuk memperkuat sebuah analisis karya sastra

                        setelah  terlebih  dulu  dilakukan  analisis  secara  struktural.  Oleh  karena  itu,  pada

                        praktek analisis sastra, analisis sruktural dan semiotik sulit dibedakan, dan bahkan
                        keduanya dapat digabungkan sehingga dapat saling melengkapi. Dengan demikian,

                        analisis sastra sebagai upaya untuk memahami sastra akan tercapai dengan baik,
                        kritis, dan argumentatif (Sunendar, 2011, hlm. 32)

                             Greimas  (1970)  dalam  essai  semiotik  miliknya  yang  bertajuk  Du  Sens
                        mengemukakan bahwa cerita terlalu umum walaupun banyak bentuknya, sehingga

                        dalam bahasa Prancis dapat dibedakan antra historie, narration, dan recit. Recit lah

                        yang selalu berisikan tindakan yang didalamnya terdapat actes, etat, situation, dan
                        evenement. Kerap kali terjadi transformasi ketika keempat unsur tindakan (action)

                        tersebut saling berhubungan dikarenakan actes dan evenement memodifikasi etat
                        dan situation. Actes, dalam hal ini sebagai la force agissante, yaitu kekuatan yang

                        berpengaruh  terhadap  cerita  yang  menurut  Greimas  diistilahkan  sebagai  actant

                        (aktan). Selanjutnya Greimas (1970) mengajukan 6 fungsi aktan untuk mengkaji
                        karya sastra yang diasumsikannya sebagai model yang menarik dan menyenangkan,

                        di antaranya: 1) Destinateur (pengirim), yang bertindak sebagai pemberi objek atau
                        perintah  dan  yang  dapat  menghambat  gerakan  cerita  bila  ia  menolak  objek;  2)

                        Destinataire (penerima), objek; 3) Sujet  (subjek-pahlawan), yang menginginkan

                        atau mengejar objek (sesuatu atau seseorang); 4) Objet (objek-nilai), yang diberi
                        atau yang dicari; 5) Adjuvant (penolong), pihak yang menolong (masing-masing

                        fungsi dapat mempunyai penolong), 6) Opposant (penentang-penghianat), pihak
                        yang menentang (Sunendar, 2011, hlm. 36-37)







                                                                                                     40
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51