Page 308 - Neurosains Spiritual Hubungan Manusia, Alam dan Tuhan
P. 308

Neurosains kemudian memetik pelajaran dari konsep metakognisi
              dalam bidang pendidikan dengan mulai mempelajari sejumlah aspek
              metakognisi seperti perhatian, resolusi konflik, koreksi kesalahan, kon-
              trol penghambatan, dan regulasi emosional. Semua aspek ini melibat-
              kan fungsi eksekutif otak yang dimediasi oleh otak depan.  Meta-
                                                                  685
              kognisi kemudian dipahami sebagai kemampuan untuk merenungkan,
                                                      686
              memantau, dan mengendalikan proses kognitif.  Kerusakan beberapa
              daerah korteks prefrontal menyebabkan masalah dalam soal penge-
              tahuan diri. Individu yang mengalami cedera otak traumatis sering
              menunjukkan serangkaian defisit kognitif. 687
                  Terlibatnya korteks prefrontal dalam proses pengenalan diri dapat
              juga dipahami sebagai keterlibatan fungsi eksekutif otak. Artinya,
              mengenal diri sesungguhnya adalah proses kognitif. Sampai kapanpun
              mengenal diri akan menjadi persoalan penting dan mendesak bagi ma-
              nusia. Dalam konteks praktis, pengenalan diri dipahami sebagai upaya
              untuk memahami otak dan pikiran sendiri dalam rangka mengopti-
              malkan otak dalam pencapaian kecerdasan yang lebih baik, kesuksesan
              dan kebahagiaan.
                  Perkembangan otak manusia—sebagai spesies maupun indivi-
              du—sebenarnya memberikan ruang besar bagi manusia mengenal di-
              rinya. Lobus frontal, korteks prefrontalis dan polus frontalis (area 10,
              otak depan paling ujung)—3 area otak yang berkembang luar biasa—
              telah menyediakan perangkat biologi untuk kepentingan pengenalan
              dan perbaikan diri. Perluasan besar-besaran korteks prefrontal manusia
              mencerminkan ensefalisasi yang lebih besar.


              685  P. Shimamura, “Toward a Cognitive Neuroscience of Metacognition,” Conscious
                Cognitive, no. 9 (2000): 313–323, diskusi 324–326. https://doi.org/10.1006/
                ccog.2000.0450. Lihat juga (1) D. Fernandez-Duque dkk., “Executive Attention
                and Metacognitive Regulation,” Jurnal Conscious Cogn, no. 9 (2000): 288–307.  Buku ini tidak diperjualbelikan.
                https://doi.org/10.1006/ccog.2000.0447
              686  M. Rouault dkk., “Human Metacognition Across Domains: Insights from Indi-
                vidual Differences and Neuroimaging,” Personality Neuroscience, no. 1 (2018): 17.
                https://doi.org/10.1017/pen.2018.16
              687  T. W. Schmitz dkk., “Neural Correlates of Self-Evaluative Accuracy after Trau-
                matic Brain Injury,”  Neuropsychologia,  no. 44 (2006): 762–773. https://doi.
                org/10.1016/j.neuropsychologia.2005.07.012


                                                           Self Control  289
   303   304   305   306   307   308   309   310   311   312   313