Page 202 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 202
Sutriani melihat semua tetangganya dengan takjub. Dirinya
seakan–akan ikut larut dalam kebahagiaan mereka. Senyum tipis
mengembang dari bibirnya larut dalam sukacita para nelayan dan
keluarga.
Setiap pagi tak kurang dari satu jam, Sutriani tanpa lelah
menunggu dan terus menunggu dengan penuh harapan. Hatinya
selalu menanti kedatangan seseorang yang sangat dicintainya. Pikiran
jernihnya selalu mendorongnya untuk berpikir rasional, tetapi hatinya
tetap tak bergeming. Jauh di dasar hati, Sutriani ingin ada keajaiban.
Entah saat ini atau kapan, suatu hari kelak Daud akan datang dari tengah
laut dan merapat ke pantai. Daud akan mendorong ketitingnya perlahan
dan mendekati pantai. Seperti biasanya, Sutriani menunggu dengan
suka cita dan membantu suaminya membawa ikan dan peralatan
memancing. Mereka akan berjalan berdampingan sambil membawa
rejeki yang diperoleh Daud semalaman.
“Ayo, Kak,” teriak Meike melihat Sutriani memperhatikan iring-
iringan nelayan yang memasuki pantai.
Sutriani tersenyum. Ia mengangguk, berjalan mendekati Meike.
“Anggi belum datang, Kak?” tanya Meike sambil memilah ikan
besar dan kecil.
“Sepertinya belum. Mungkin sebentar lagi,” kata Sutriani sambil
membantu memilah ikan tangkapan suami Meike.
Meiki mencari-cari sosok Anggi yang belum datang.
“Wah, tangkapan ikan suamimu bagus, Mei.”
“Iya, Kak. Hasil melautnya bagus.” Jawab Meiki tanpa
menyembunyikan rasa senang.
Sutriani ikut tersenyum. Tanpa ia sadari, ingatan akan Daud
kembali membayang di benaknya. Ia teringat saat-saat membantu Daud
mengurus semua ikan hasil melaut semalaman. Betapa bahagianya
mendapatkan rejeki dari suaminya.
“Tuh, Anggi datang,” seru Meike tiba-tiba sambil melihat kearah
mobil yang datang.
Sutriani ikut mencari suara mobil. Ia bangkit dan menghampiri
202 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com

