Page 32 - Bab. 7 Polusi Lingkungan
P. 32
yang menyatakan mutu sensorial dari suara dan dikenal sebagai „tiga unsur
suara‟. Kenyaringan suara ditentukan oleh amplitudo dan tingkat tekanan suara. Rendahtinggi
suara ditentukan oleh frekuensi. Sedangkan nada adalah sejumlah besar ukuran fisik.
Kecenderungan saat ini adalah menggabungkan segala yang merupakan sifat dari suara,
termasuk tingginya, nyaringnya dan distribusi spectral sebagai „nada‟.
Pencemaran suara yang dikenal sebagai kebisingan merupakan suara atau bunyi yang
tidak disenangi dan dapat mengganggu juga dapat merusak pendengaran manusia. Ciri-ciri
dari pencemaran suara adalah adanya suara yang sangat mengganggu sehingga lambat laun
memengaruhi kejiwaan manusia, bahkan dalam waktu yang panjang akan membuat telinga
menjadi kurang kepekaannya. Kebisingan dapat ditimbulkan dari bunyi yang tidak beraturan,
bunyi dari berbagai sumber maupun tekanan bunyi yang besar sehingga melampaui nilai
ambang pendengaran. Bising yang terlalu tinggi intensitasnya dan terdengar cukup lama dapat
menimbulkan dampak meningkatkan stres, mengacau pembicaraan dan menyebabkan
berkurangnya pendengaran.
Berdasarkan sumber asalnya pencemaran suara dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Kebisingan Impulsif. Merupakan kebisingan yang terjadi dalam waktu singkat dan
mengejutkan. Misal, suara ledakan petasan, suara tembakan senjata dan suara petir
2. Kebisingan Impulsif Kontinyu. Adalah kebisingan impulsif yang datangnya sepotong-
sepotong secara terus menerus. Misal kebisingan yang datang dari suara palu yang
dipukulkan
3. Kebisingan Kontinyu. Yaitu kebisingan yang datangnya secara terus menerus dalam
waktu yang lama. Misal kebisingan dari suara mesin pabrik
4. Kebisingan Semi Kontinyu ( Intermittent ). Merupakan kebisingan kontinyu yang
sebentar saja tetapi akan muncul lagi. Misal suara lalu lintas kendaraan dijalan dan
suara pesawat terbang yang sedang melintas.
Intensitas bising yang diperkenankan di Indonesia adalah 85 dB untuk waktu kerja
8 jam/ hari, hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No SE.01/Men/1978
tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja. Peraturan Menteri
Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan
menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona :
1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan
atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 - 45 dB.
2. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan dan rekreasi. Angka kebisingan 45 - 55
dB.
3. Zona C antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan pasar dengan kebisingan
sekitar 50 - 60 dB.
4. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api dan terminal bus. Tingkat
kebisingan 60 - 70 dB.
Sebagai contoh beberapa kebisingan yang kekuatannya diukur dengan dB atau
decibel:
1. Orang ribut/silat lidah = 80 dB.
2. Suara kereta api/krl = 95 dB.
3. Mesin motor 5 pk = 104 dB.
4. Suara petir = 120 dB.
5. Pesawat jet tinggal landas = 150 dB.
Dampak utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan indera-indera
pendengaran. Bising dan getarannya dapat merusak koklea di telinga dalam sehingga
mengganggu pendengaran.
Kerusakan pada saraf vestibuler ditelinga dalam menyebabkan gangguan
keseimbangan. Lokasi kerja maupun tempat kita berada, dalam keadaan bising dan penuh
getaran dapat mengganggu pendengaran dan keseimbangan. Apabila di tempat kerja, hal
tersebut berlanjut terus menerus dan tidak dapat diatasi dapat menimbulkan kecelakaan
para pekerja.
Tabel Jenis-jenis dari Akibat-akibat kebisingan
Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara akibat
Akibat-akibat Kehilangan
badaniah pendengaran kebisingan, Perubahan ambang batas permanen
akibat kebisingan.
30