Page 258 - RBDCNeat
P. 258
Keesokan harinya aku berangkat dari rumah lebih pagi agar
bisa sampai di tempat perlombaan tepat waktu.
Sesampainya di sana, aku langsung bergabung dengan
teman-teman perwakilan dari sekolahku. Tidak lama kemudian,
guru-guru datang untuk mendampingiku dan teman-teman
lain yang sama-sama ikut lomba. Sekolahku mengirimkan
beberapa siswa untuk mengikuti berbagai cabang perlombaan.
Aku ditemani oleh wali kelas (Bu Lilis).
Ketika aku dan Bu Lilis duduk-duduk santai sambil
menunggu acara dimulai, tiba-tiba ada seorang guru dari
sekolah lain yang menghampiri kami, “Din, mau ikut lomba
maraton?” dengan nada sinis dan memperagakan selayaknya
orang menggunakan kursi roda. Padahal, guru tersebut tahu
kalau aku tidak menggunakan kursi roda dan masih bisa
berjalan kaki.
Melihat kejadian itu, Ibu Lilis berkata kepadaku, “Din, sakit
hati?” sambil menatapku. Mungkin Bu Lilis takut aku sakit
hati dengan sikap guru tadi terhadapku. “Enggak, Bu.” Jawab
sambil tersenyum. Beliau tampak merasa tenang mendengar
jawabanku. Aku jadi ingin membuktikan kepada guru tadi
bahwa aku bisa lolos lomba hingga ke tingkat selanjutnya.
Akhirnya aku berkumpul dengan peserta lain yang sama-
sama ikut lomba puisi. Ternyata peserta lomba cipta dan
baca puisi hanya dua orang, aku dan satu peserta lagi dari
sekolah lain. Aku sedikit tegang karena sainganku adalah
seorang tuna netra yang cara bicaranya sangat lantang dan
lancar. Sedangkan aku, cara bicaraku terbata-bata. Rasa
222 | Roda Berputar dalam Cahaya