Page 263 - RBDCNeat
P. 263
Aku pun harus berjuang keras memeras otak untuk
menggali perasaan dan pemikiran demi terciptanya sebuah
puisi dan berjuang menggerakkan tanganku untuk membentuk
huruf demi huruf dalam kertas. Tanpa terasa satu jam telah
berlalu. Kini saatnya para peserta membacakan puisinya di
hadapan juri.
Aku mendapat giliran keempat untuk menampilkan hasil
karyaku. Satu persatu peserta pun maju. Subhanallah, bagus-
bagus sekali mereka dalam membawakan puisinya. Akhirnya
giliranku untuk maju pun tiba. Aku tampil ditonton oleh Ibu dan
para orang tua lain yang mendampingi putra-putrinya lomba.
Aku membacakan puisi berjudul “Damai Itu Indah” seperti puisi
yang pada lomba sebelumnya.
Puisi tersebut aku bawakan dengan penuh penghayatan
karena aku jadi teringat dengan saudara-saudara kita yang
berada di Palestina sana. Aku membayangkan betapa mereka
sangat merindukan dengan yang namanya “kedamaian”. Saat
aku tampil membacakan puisi, Ibu mengabil gambarku dengan
menggunakan kamera HP. Tiba-tiba ada seorang ibu yang
menghampiri Ibu, “Ibu ini, siapanya Dini?”
Ibu langsung menjawab, “Saya, Ibunya Dini.” sambil
tersenyum
“Dini ini, Dini Lestari yang suka telepon ke radio MQFM
bukan?” tanya ibu itu kembali.
“Iya, Bu. Itu anak saya Dini Lestari yang suka telepon radio
MQFM.”
Ibu itu lalu memperkenalkan dirinya kepada Ibu, “Saya
Roda Berputar dalam Cahaya | 227