Page 279 - RBDCNeat
P. 279
Lalu, aku bercerita kepada Ibu bahwa Kang Badri
menyuruhku untuk kuliah. Bahkan, aku harus bisa sampai
selesai S3. Ibu jadi bingung, “Belum apa-apa sudah disuruh
kuliah sampai S3, biayanya dari mana?” Begitu pikir Ibu. Aku
menjelaskan kepada Ibu, “Kata Kang Badri banyak beasiswa
yang menunggu Dini.”
Ibu jadi merasa agak tenang walaupun aku sendiri merasa
bingung harus mencari beasiswa ke mana sedangkan aku
sendiri menyadari bukan orang yang pintar, hanya orang biasa
saja yang mempunyai keinginan besar.
Aku tidak tahu apa yang dimaksud Kang Badri bahwa
“banyak beasiswa yang menunggu Dini”. Entah beasiswa
tersebut dari mana. Aku sempat berpikir, “Oh... Mungkin Kang
Badri punya kenalan lembaga yang suka ngasih beasiswa,
mungkin aku akan dikenalkannya. Kalau beasiswa dari BRC
rasanya tidak mungkin karena sepengetahuanku BRC bukan
lembaga yang biasa memberikan beasiswa. Wallahualam.”
Sejak saat itu aku bilang kepada pihak sekolah kalau aku
akan kuliah di UIN. Awalnya pihak sekolah mempertanyakan
kenapa aku memilih kuliah di UIN, bukan di UPI atau UNINUS.
Padahal di UPI dan UNINUS banyak mahasiswa yang seperti
aku (alumni SLB). Aku berpikir, “Kalau nanti aku bisa kuliah
di UPI atau di UNINUS sudah tidak aneh lagi karena di sana
sudah banyak mahasiswa sepertiku.”
Aku ingin mencari suasana baru dengan memilih UIN
sebagai tempat kuliahku, tempat yang masih jarang dimasuki
mahasiswa sepertiku. Bagiku ini tantangan, aku ingin mencoba
Roda Berputar dalam Cahaya | 243