Page 314 - RBDCNeat
P. 314
dengan kondisi Ibu yang sudah tua sehingga mudah capek,
sehingga tanpa sadar tiba-tiba Ibu berkata, “Neng, mau maju
atau mundur?” dengan nada kurang bersahabat.
Aku bingung dan ingin rasanya
menjerit, “Mengapa Ibu baru
berkata seperti itu sekarang,
bukan dari kemarin sebelum
melakukan registrasi ulang?
Kalau aku memilih mundur
sebelum registrasi, uang akan
aku kembalikan ke Kang Badri,
tapi ini sudah telambat karena
uang sudah tidak bisa kembali
lagi.”
Aku jadi tidak fokus mendengarkan pemaparan dari
Ketua Jurusan karena selalu ingat dengan perkataan Ibu tadi.
Rasanya aku ini menangis dan menjerit. Ternyata Ibu berkata
seperti itu kerana Ibu baru tahu kalau kuliahnya bukan di
UIN, tapi di Cileunyi. Otomatis aku tidak mungkin bolak-balik
ke rumah karena jauh, berarti aku harus ngekos. Sedangkan
Ibu tidak punya uang untuk mengontrak rumah. Aku sempat
bingung, “Ya Allah, sebesar inikah ujian hidup yang Engkau
berikan kepadaku? Berilah hamba kekuatan.”
Aku membayangkan wajah Ibu tercinta, mungkin
perkataan Ibu tadi karena Ibu sedang capek. Namun, tanpa
diduga ketika aku keluar dari ruang jurusan, tiba-tiba
kulihat wajah Ibu kembali ceria dan tampak bersemangat.
Ternyata, ketika aku berada di ruangan, ada kakak tingkat dari
278 | Roda Berputar dalam Cahaya