Page 6 - TERE LIYE
P. 6

1. SI TUKANG NGATUR-NGATUR
             Gerimis membungkus perkampungan.


             Sejauh  mata  memandang  terlihat  tetes  air.  Di  ujung-ujung
             genteng, dedaunan, juga halaman. Tidak lebat. Tidak sampai
             menghalangi penduduk kampung kami pergi ke ladang untuk
             menyadap  karet,  menyiangi  rumput  kebun  kopi,  atau  ke
             hutan mencari rotan dan bambu.

             Pagi  baru  saja  menyapa.  Di  jalan  depan  rumah  panggung
             terlihat  beberapa  tetangga  yang  kukenal,  menyampirkan
             keranjang  di  punggung,  berjalan  bergegas  di  bawah  rinai.
             Satu-dua mengenakan plastik besar sebagai jas hujan. Lebih
             banyak yang memakai topi lebar. Kata Pak Bin, penduduk
             kampung kami itu memang rajin-rajin. Sepagi ini, hujan tidak
             membuat mereka mengeluh, apalagi menunda pekerjaan.

             Aku menguap, menggaruk rambut. Aku selalu suka hujan,
             itu  selalu  spesial.  Apalagi  ini  hari  Minggu,  libur  sekolah,
             lebih spesial lagi. Tapi sejak tadi subuh, hari spesialku telah
             dicuri  oleh  Kak  Eli.  Ia  membangunkanku,  menarik  kemul
             dengan paksa. "Bangun, Amel!"

             Aduh,  ini  kan  hari  libur,  apa  pentingnya  bangun  pagi-pagi,
             aku protes dalam hati. Suara gerimis, suasana dingin, lebih
             baik meringkuk di bawah kemul.

             "Bangun, Pemalas!"

             Kali  ini  bahkan  Kak  Eli  menjawil  rambutku.  Aku
             menyambar bantal. Menutup kepala. Membangun benteng
             perlawanan.




             6 | www.bacaan-indo.blogspot.com
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11