Page 8 - TERE LIYE
P. 8
"Bangun tidak, hah?" Mamak berseru serius.
"Eh, iya, Mak." Kak Pukat buru-buru menjawab, menyikut
Kak Burlian. Lebih baik bangun segera sebelum tangan
Mamak menjewer telinga mereka.
Aku menggerutu dalam hati, mendengar suara kaki Kak
Pukat dan Kak Burlian yang lari terbirit-birit ke dapur.
Baiklah, sebelum situasi menjadi lebih rumit, aku melepas
bantal dari kepala.
"Ini ada satu lagi, Mak. Si biang pemalas." Kak Eli
bersidekap, menatapku senang.
"Bangun, Amel!" Mamak sudah tiba di pintu kamar.
Tudung rambutnya agak miring. Pakaiannya terlihat kotor
oleh bumbu masakan. Tangannya bahkan masih memegang
irus, sendok besar untuk menyendok sayur. Mamak selalu
sibuk, dalam situasi apa pun. Aku tidak pernah melihat
Mamak tidak sibuk. Tangannya pasti memegang sesuatu,
dan ia selalu banyak pekerjaan.
"Amel sudah bangun dari tadi, Mak." Aku mengucek mata,
berusaha turun dari ranjang.
"Dari tadi apanya, kau baru bangun ini." Kak Eli nyengir.
"Memang sudah dari tadi. Kak Eli saja berisik." Aku
menggembungkan pipi.
Kak Eli melotot, hendak melemparku dengan bantal.
"Kembali ke dapur Eli, ada banyak pekerjaan yang harus
kau lakukan. Dan kau Amel, kenapa pula kau harus bangun
8 | www.bacaan-indo.blogspot.com