Page 94 - KUMPULAN CERPEN X-DKV 2
P. 94

Semakin lama, aku merasa semakin dekat dengan Pak Riyo. Aku merasa Pak
               Riyo memperlakukanku berbeda dengan murid lainnya. “Apakah aku jatuh cinta
               kepada guruku?Apa maksud Pak Riyo selama ini?Apa dia menyukaiku?Ini

               perasaan apa sih?” Aku selalu bertanya-tanya dalam diriku. Ketika aku berada
               dekat dengan Pak Riyo, jantungku berdebar-debar sangat kencang, dan pipiku
               selalu memerah. Aku tak tahu apa yang terjadi dengan diriku, apakah ini yang
               dinamakan cinta?

                     Tapi…Mungkin itu hanya perasaanku saja. Setelah ku lihat-lihat, Pak Riyo
               memang orangnya ramah sekali ke murid-murid. Mungkin, aku hanya terlarut

               dalam keramahan Pak Riyo saja. Aku selalu dibuat bingung dengan sikap Pak
               Riyo, terkadang dia membuat ku merasa bahwa Pak Riyo memiliki perasaan yang
               sama padaku. Terkadang dia membuat ku merasa bahwa aku hanya murid
               biasanya. “Jadi sebenarnya bagaimana perasaan dia padaku? Apa dia punya
               perasaan yang sama?” Aku sangat bertanya-tanya dalam hati dan sangat penasaran.


                     Sampai akhirnya dikelas 12 SMK, aku memutuskan untuk menyatakan
               perasaanku dalam bentuk surat. Aku juga memberikan sebuah hadiah. Dalam surat
               itu aku hanya menyatakan bagaimana perasaanku padanya. Aku juga memberinya
               sebuah hadiah, harapanku dengan hadiah itu aku bisa menjadi orang yang berkesan
               untuknya. Aku memberikan surat beserta hadiah itu secara langsung.

                     Keesokan harinya, “Assalamualaikum, Pak Riyo.” Aku mengucapkan salam.

               “Waalaikumussalam, hai Kia.” Jawab Pak Riyo sambil tersenyum ramah.
               “Eumm…Ini pak saya ada bingkisan buat bapak. Saya habis jalan-jalan kemarin.”
               Aku memberi hadiah itu dengan beralasan oleh-oleh sehabis jalan-jalan. “Wah,
               Alhamdulillah. Terima kasih, Kia!” Pak Riyo berterimakasih. “Sama-sama, jangan
               lupa dibaca ya pak!” Aku menjawab Pak Riyo.

                      Sepulang sekolah, tiba tiba notif ponsel ku berbunyi. “Assalamualaikum,

               Kia.” Pak Riyo mengechat ku. “Waalaikumussalam, pak.” Aku menjawab salam
               Pak Riyo. “Makasih banyak yaa, suratnya sudah saya baca. Hehehe, lucu banget.”
               Pak Riyo menjawab. “Oh iya pak, sama-sama.” Aku membalas. Sebenarnya aku
               bingung, apa yang dipikirkan oleh Pak Riyo. Pak Riyo hanya merespon seperti itu,
               aku sedikit kecewa. Tapi aku juga harus sadar dimana posisiku, posisiku saat ini
               hanya muridnya. Aku tidak boleh berharap lebih tentangnya. Mulai saat itu, aku

               selalu berdoa kepada Allah, aku selalu curhat bagaimana tentang perasaanku.
               Terkadang juga aku berdoa, agar dia adalah jodohku.

                                                                                                           93
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99