Page 16 - 17. e. buku panduan TOAfL (1)
P. 16

Beberapa strategi dalam menghadapi tes ini:
               1.  Pertama,  mengetahui  prosedur  susunan  Jumlah  Ismiyyah  dan  Jumlah
                    Fi’liyyah.
               a. Jumlah  Ismiyyah adalah kalimat yang  biasanya  terdiri dari Mubtada’ (subjek;
                  terletak  di  awal)  dan  Khabar  (predikat/berita;  terletak  setelah  Mubtada’).
                  Mubtada’ dan Khabar identik berharakat dhammah (i’rab rafa’). Dan juga harus
                  ada  kesetaraan  bilangan  dan  jender  antara  keduanya.  Ketentuan  tersebut  juga
                  berlaku  apabila  Khabar-nya  berupa  kata  kerja/fi’il,  maka  Khabar  tersebut  harus
                  mengikuti Mubtada’-nya dalams segi bilangan dan jendernya.

               b. Jumlah Fi’liyyah dibagi dua:

                  1)    Kalimat  aktif adalah  kalimat  yang  biasanya  terdiri  dari  Fi’il  (kata  kerja;
                        terletak di awal), Fa’il (subjek; terletak setelah Fi’il) dan Maf’ul Bih (objek;
                        terletak  setelah  Fa’il).  Dalam  kalimat  ini  antara  Fi’il  dan  Fa’il  harus  setara
                        dalam  jender.  Kecuali  jika  antara  fi’il  dan  fa’ilnya  terdapat  fashil  (kalimat
                        yang memisahkan kedua susunan tersebut), seperti jar wa majrur. Artinya,
                        jika kata yang dijadikan fa’il berupa isim yang mu’annats maka fi’il-nya harus
                        juga di-muannats-kan.
                  2)    Kalimat pasif yang terdiri dari Fi’il dan Na’ibu Al-Fa’il. Kalimat ini adalah fi’il
                        yang diikutkan pada kaidah majhul, yang hanya berlaku pada fi’il mudhari’
                        dan madhi. Perlu diketahui bahwa kalimat fi’il yang di-majhul-kan hanyalah
                        fi’il yang membutuhkan objek. Sedangkan na’ibu al-fa’il adalah kata benda
                        yang  dijadikan  subjek  pasif.  Atau  kata  benda  yang  awalnya  menjabat
                        sebagai objek, kemudian dipindahkan menjadi fa’il (subjek) dari kata yang
                        dibuang. Dalam kalimat ini antara Fi’il dan Fa’il harus setara dalam jender.


               2.  Kedua,  mengetahui  prosedur  penggunaan  Amaliyah  Kana  wa
               Akhwatuha dan Inna wa Akhwatuha.
                       Penggunaan  Amaliyah  ini  merubah  status  dan  tanda  i’rab  yang  aslinya
               mubtada’ menjadi isim. Begitu pula khabar yang aslinya milik mubtada’ menjadi milik
               amaliyah  Kana  dan  Inna.  Kata  ini  perusak  susunan  mubtada’  dan  khabar  maka
               disebut amil nawasikh (perusak) oleh para ulama nahwu.
                                                                                   –
                   a.  a. Lafaz yang memiliki peran sebagaimana Kana adalah (  حبصأ        –     ىسمأ  -     راص

                       ماد  -     كفنا  –     ئتف  –     لاز  –     سيل  –     حرب  –     تاب)

                   b.  Lafaz yang memiliki peran sebagaimana Inna adalah (نأ –   تيل         –     نكل  –     نأك
                                                                                      –
                       سنجلل                 ةيفانلا                   لا               –            لعل)
                       Tanda baca i’rab yang biasanya identik dengan dhammah pada mubtada’ dan
                       khabar  menjadi  berubah  dan  memiliki  aturan  tersendiri.  Isim  Kana  dan
                       Khabar Inna identik berharakat dhammah, sedangkan Khabar Kana dan Isim
                       Inna identik berharakat fathah.


               3. Ketiga, mengetahui prosedur Amaliyah Hal dan Tamyiz.
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21