Page 10 - 1. Modul Wawasan kebangsaan dan Nilai BN
P. 10

Kemerdekaan Indonesia. Bung Karno tetap pada pendiriannya dan menolak desakan
                     para pemuda. Bung Karno menuju kea rah Wikana dan berkata : “Ini leherku, setelah
                     aku ke pojok sana, dan sudahilah nyawaku malam ini juga, jangan menunggu sampai
                     besok !”.

                     Pagi  tanggal  16  Agustus  1945,  setelah  makan  sahur,  Soekarni  dan  rekan-rekannya
                     mendatangi  rumah  Bung  Hatta,  mengancam  apabila  Dwi  Tunggal  Soekarno-Hatta
                     tidak  memproklamasikan  Kemerdekaan  Indonesia  pada  tanggal  17  Agustus  1945,
                     15.00 pemuda, rakyat dan mahasiswa akan melucuti Tentara Jepang, sementara Dwi
                     Tunggal  Soekarno-Hatta  akan  dibawa  ke  Rengasdengklok  untuk  melanjutkan
                     pemerintahan.  Dwi Tunggal Soekarno-Hatta selanjutnya dibawa ke Rengasdengklok.
                     Namun,  sekitar  pukul  18.00,  Mr.  Soebardjo  datang  untuk  menjemput  Dwi  Tunggal
                     Soekarno-Hatta  kembali  ke  Jakarta.  Pukul  22.30,  Dwi  Tunggal  Soekarno-Hatta
                     menemui  Mayor  Jenderal  Nishimura  didampingi  Laksamana  Muda  Maeda  dan
                     penterjemah  Tuan  Miyoshi  dengan  tujuan  untuk  memberitahukan  tentang  rencana
                     rapat  PPKI tanggal 17  Agustus 1945 pukul 13.00 dikarenakan batalnya rapat PPKI
                     tanggal  16  Agustus  1945.     Mayor  Jenderal  Nishimura  menjelaskan  bahwa  Tentara
                     Jepang  harus  tunduk  pada  perintah  Sekutu  untuk  menjaga  Status  Quo.  Penjelasan
                     tersebut  jelas  membuat  Dwi  Tunggal  Soekarno-Hatta  marah.      Bung  Hatta  yang

                     terkenal  akan  kesantunannya  sampai  berkata  :  “Apakah  ini  janji  dan  perbuatan
                     Samurai ? Dapatkah Samurai menjilat musuhnya  yang menang untuk mendapatkan
                     nasib yang kurang jelek ? Apakah Samurai hanya hebat terhadap orang lemah di masa
                     jayanya,  hilang semangatnya waktu kalah ? Baiklah, kami akan jalan terus apa juga
                     yang akan terjadi.    Mungkin kami akan menunjukkan kepada Tuan bagaimana jiwa
                     Samurai semestinya menghadapi suasana yang berubah”.

                     Mereka berempat selanjutnya menuju ke rumah Maeda.   Di sana sudah banyak yang
                     menunggu  baik  anggota  PPKI  maupun  para  pemuda.  Dwi  Tunggal  Soekarno-Hatta
                     kemudian  mengadakan  rapat  kecil  bersama-sama  dengan  Mr.  Soebardjo,  Soekarni,
                     dan Sayuti Melik.   Tidak seorangpun diantara mereka yang saat itu membawa Teks
                     Proklamasi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945 atau yang dikenal dengan Piagam
                     Jakarta.  Bung  Karno  berkata  :  ”Aku  persilakan  Bung  Hatta  untuk  menyusun  teks
                     ringkas  itu  sebab  bahasanya  kuanggap  yang  terbaik.  Sesudah  itu  kita  persoalkan
                     bersama-sama”.    Bung Hatta justru menjawab : “Apabila  aku mesti memikirkannnya,
                     lebih baik Bung menuliskan, aku mendiktekan”.       Setelah       Teks      Proklamasi
                     disepakati panitia kecil, Bung Karno mulai membuka sidang, Bung Karno berulangkali
                     membacakan  Teks  Proklamasi  dan  semua  yang  hadir  menyatakan  persetujuan
                     dengan  bersemangat  dan  raut  wajah  yang  berseri-seri.        Bung  Hatta  kemudian
                     menyampaikan agar semua hadirin yang hadir saat itu untuk menandatangani Tesk
                     Proklamasi,  menurut  Bung  Hatta  Teks  Proklamasi  adalah  dokumen  penting  untuk






                                                                                                            9
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15