Page 11 - 1. Modul Wawasan kebangsaan dan Nilai BN
P. 11

anak cucu mereka suatu saat nanti sehingga semua harus ikut menandatangani. Tiba-
                     tiba, Soekarni maju ke depan dan dengan lantang berkata : “Bukan kita semua yang
                     hadir  di  sini  harus  menandatangani  naskah  itu.      Cukuplah  dua  orang  saja
                     menandatangani  atas  nama  Rakyat  Indonesia,  yaitu  Bung  Karno  dan  Bung  Hatta”.
                     Sekitar pukul 03.00, gemuruh tepuk tangan mengisi ruangan rapat. Sebelum menutup
                     rapat, Bung Karno mengingatkan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00
                     Teks Proklamasi akan dibacakan di muka rakyat di halaman rumahnya Jl. Pegangsaan
                     Timur  56.    Saat  itu  Bulan  Ramadhan,  dimana  umat  Islam  sedang  melaksanakan
                     ibadah puasa Ramadhan. Pukul 10.00 Teks Proklamasi dibacakan, Sang Saka Merah
                     Putih dikibarkan,  dan Lagu Kebangsaan  Indonesia Raya  dikumandangkan  sebagai
                     pertanda Indonesia telah menjadi negara merdeka dan berdaulat.

                     Sore  harinya  seorang  Opsir  Kaigun  (Angkatan  Laut  Jepang)  datang  menemui  Bung
                     Hatta menyampaikan bahwa kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang
                     berbunyi ; “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-
                     pemeluknya” merupakan kalimat yang diskriminatif terhadap kelompok non Muslim.
                     Opsir tersebut bahkan mengingatkan Bung Hatta : “Bersatu kita teguh dan berpecah
                     kita  jatuh”.  Bung  Hatta  berpendirian  bahwa  Mr.  A.A.  Maramis  salah  satu  anggota
                     Panitia Sembilan  yang beragama Kristen  tidak mempersoalkan hal tersebut dan ikut

                     menandatangani  naskah  tersebut.      Karena  hanya  mengikat  pemeluk  Agama  Islam.
                     Pagi  hari  tanggal  18  Agustus  1945  sebelum  Sidang  PPKI  dibuka,  Bung  Hatta
                     memanggil  4  (empat)  orang  Tokoh  Islam  :  Ki  Bagoes  Hadikoesoemo,  K.H.  Wahid
                     Hasyim,  Mr  Kasman  Singodimedjo,  dan  Mr.  Teuku  Hasan  untuk  membahas  hal
                     tersebut.  Mereka kemudian bermufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang
                     dianggap diskrimatif tersebut.

                     Dari  uraian  rangkaian  sejarah  kebangsaan  di  atas,  terlihat  bahwa  kekuatan  para
                     Tokoh  Pendiri  Bangsa  ini  (founding  fathers),  yaitu  saat  menjelang  kemerdekaan
                     untuk  menyusun  suatu  dasar  negara.  Pemeluk  agama  yang  lebih  besar  (mayoritas
                     Islam)  menunjukan  jiwa  besarnya  untuk  tidak  memaksakan  kehendaknya.  Bunyi
                     Pembukaan  (preambule)  yang  sekarang  ini,  bukan  seperti  yang  dikenal  sebagai
                     “Piagam Jakarta”. Hal ini juga terjadi karena tokoh-tokoh agama Islam yang dengan
                     kebesaran  hati  (legowo)  menerimanya.  Di  samping  itu,  komitmen  dari  berbagai
                     elemen bangsa ini dan para pemimpinnya dari masa ke masa, Orde Lama, Orde Baru,
                     dan Reformasi yang konsisten berpegang teguh kepada 4 (empat) konsensus dasar,
                     yaitu  Pancasila,  UUD  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945,  NKRI,  dan  Bhinneka
                     Tunggal Ika.










                                                                                                           10
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16