Page 115 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 115
MATERI PEMBELAJARAN
A. Pengertian Ittiba’
Perkataan “ittiba’” dalam bahasa arab berasal dari “ ittaba’a yattabi’u ittiba’an“
(اعابتإ - َ َ عبتي – َ َ عبتا) sebuah istilah dalam Bahasa Arab yang berarti menuruti atau
mengikuti. Ittiba’ yang dimaksud di sini adalah, sebagaimana pernyataan di bawah ini:
َ
َ
َ
ْ
َ
َ ُهلاَقََنْيأَ ْ نِمَملْعَتَ َ تْنأوَ ِلِئاَقلاَِل ْ وَقَُل ْ وُبَق
َ
ُ
Artinya: “Menerima perkataan orang lain yang berkata yang berkata, dan kamu
mengetahui alasan perkataannya.
Di samping ada juga yang memberi definisi:
ْ
َ حجارٍَلْيِلَدبَ ِلِئاَقلاَِل ْ وَقَُل ْ وُبَق
ٍ ِ َ
ِ
Artinya: “menerima perkataan seseorang dengan dalil yang lebih kuat.
Jika kita gabungkan definisi-definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa, ittiba’
adalah mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau mujtahid, dengan
mengetahui alasannya serta tidak terikat pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu
hukum berdasarkan alasan yang diaagap lebih kuat dengan jalan membanding.
Maka, menurut istilah pengertian ittiba’ adalah menerima perkataan orang lain
dengan mengetahui sumber alasan perkataan tersebut atau mengikuti pendapat mujtahid
dengan mengetahui dali-dalilnya. Orang yang melakukan ittiba’ disebut muttabi’, yakni
orang yang tidak mampu berijtihad tetapi mengetahui dalil-dalil mujtahid. Dari mereka
ada yang disebut “muhaqqiqun” yaitu orang-orang yang mampu meneliti, meriksa dan
menyelidiki mana pendapat yang lebih kuat, mana pendapat yang lemah, dan mana fiqih
Assunnah dan fiqih alMazhab. Jadi ittiba’ adalah mengikuti seseorang karena nyata dan
jelas dalilnya serta sah madzhabnya. Karena itu selain al-Qur’an, sunnah Nabi, qaul dan
amal para sahabat, serta hasil ijtihad beberapa tabi’in dan para imam madzhab, ijtihad
para muttabi’ juga menjadi hujjah dalam agama dan ilmu syari’ah.
Ittiba’ kepada ulama dengan mengerti alasan dan dalilnya yang jelas termasuk
perbuatan yang utama. Karena seseorang yang berittiba’ berarti ia menjalankan sesuatu
dengan pengertian, berpedoman kepada sunnah Nabi. Kalau seseorang tidak sampai
kepada taraf ijtihad, hendaknya berusaha sampai kepada taraf ittiba’, dengan ittiiba’ kita
dapat beramal dengan pengertian dan kesadaran yang benar.
USHUL FIKIH - KELAS XII 106