Page 27 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 27
bila telah mencapai batas dewasa atau balig, kecuali bila mengalami kelainan yang
menyebabkan ia terhalang dari taklif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa syarat subjek hukum yang pertama
adalah “balig dan berakal”. Orang yang tidak memenuhi persyaratan ini tidak berlaku
padanya tuntutan hukum atau taklif. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang diriwayatkan
oleh Aisyah RA, dalam kitab Al-Talkhis al-Habir:
َ ْ
ْ
َ
ُ
َى َ َّتَحَن ْ وُنْجملاَ ْنَعوَظْيِقْيَتْسَيَىَّتَحَ ِ مِئاَّنلاَ ْ نَعوََغلْبَيَىَّتَحَيبَّصلاَنَعٍَثَلََثَ ْ نَعَملَقلاَعِف َُ ر
ُ
ِّ ِ
َ
ِ
َ
َ
َ
ِ
َ.َقْيِفَي
Artinya, Diangkatkan kalam (tuntutan) dan tiga hal, yaitu dari anakanak sampai
ia dewasa; dari orang yang tidur sampai ia terjaga; dari orang gila sampai ia
waras.
Pada dasarnya seseorang yang telah dewasa dan berakal akan mampu mema
hami titah Allah yang menyebabkan ia telah memenuhi syarat sebagai subjek hukum.
Paham itu dapat dicapainya secara langsung. Artinya, ia secara langsung memahami
ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an atau Hadis Nabi yang berkaitan dengan tuntutan taklif
itu, baik yang tersurat, maupun yang tersirat. Di samping itu ia pun dapat dianggap telah
memahami taklif itu bila titah Allah itu sudah disampaikan kepadanya dengan cara apa
pun. Dengan demikian, umat Islam di seluruh permukaan bumi ini yang telah memenuhi
persyaratan baligh dan berakal telah dianggap mengetahui hukum Allah. Karena itu
kepadanya telah berlaku taklif.
Kedua, ia telah mampu menerima beban taklif atau beban hukum yang dalam
istilah Ushul disebut ahlul al-taklif (فيلكتلاَلهأ). Kecakapan menerima taklif atau yang
disebut ahliyah (ةّيلهأ)adalah kepantasan untuk menerima taklif. Kepantasan itu ada dua
macam, yaitu kepantasan untuk dikenai hukum dan kepantasan untuk menjalankan
hukum. Kecakapan untuk dikenai hukum atau yang disebut ahliyah al-wujub
(بوجولاةّيلهأ (, yaitu kepantasan seorang manusia untuk menerima hak-hak dan dikenai
kewajiban. Kecakapan dalam bentuk ini berlaku bagi setiap manu sia ditinjau dari segi ia
adalah manusia, semenjak ia dilahirkan sampai menghembuskan napas terakhir dalam
segala sifat, kondisi, dan keadaannya. Para ahli Ushul membagi ahliyah al-wujub itu
kepada dua tingkatan.
1) Ahliyyah al-wujûb al-nâqishoh (ةصقانلاَ بوجولاَ ةّيلهأ) atau kecakapan dikenai
hukum secara lemah.
USHUL FIKIH - KELAS XII 18