Page 26 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 26

lain. Setiap taklif yang berkaitan dengan diri pribadi, harus dilakukan sendiri oleh yang

                   dikenai taklif dan tidak dapat digantikan orang lain. Setiap taklif yang berkaitan dengan
                   pribadi dan harta yang dikenai taklif dapat diganti kan orang lain pada saat tidak mampu

                   melaksanakannya. Beberapa kewajiban haji dapat diwakilkan kepada orang lain dalam
                   keadaan tidak mampu.


               E.  Al-Mahkum 'Alaih (Subjek Hukum)

                          Subjek  hukum  atau  pelaku  hukum  ialah  orang-orang  yang  dituntut  oleh  Allah

                   untuk  berbuat,  dan  segala  tingkah  lakunya  telah  diperhitungkan  berdasarkan  tuntutan
                                                                                               ّ
                   Allah itu. Dalam istilah Ushul Fiqh, subjek hukum itu disebut mukallaf (فلكملا) atau

                   orang-orang yang dibebani hukum, atau mahkum‘alaih (هيلعَموكحملا), yaitu orang yang

                   kepadanya diperlakukan hukum.

                          Seperti telah diterangkan bahwa definisi hukum taklifi adalah: “titah Allah yang
                   menyangkut perbuatan  mukalaf  yang berhubungan dengan tuntutan atau pilihan untuk

                   berbuat”. Dari definisi ini dapat dipahami bahwa ada dua hal yang harus terpenuhi pada

                   seseorang  untuk  dapat  disebut  mukallaf  (subjek  hukum),  yaitu  bahwa  ia  mengetahui
                   tuntutan  Allah  itu  dan  bahwa  ia  mampu  melaksanakan  tuntutan  tersebut.  Dua  hal

                   tersebut  merupakan  syarat  taklif  atas  subjek  hukum.  Penjelasannya  adalah  sebagai
                   berikut:

                          Pertama,  ia  memahami atau  mengetahui titah  Allah tersebut  yang  menyatakan
                   bahwa ia terkena tuntutan dari Allah. Paham dan tahu itu sangat berkaitan dengan akal;

                   karena  akal  itu  adalah  alat  untuk  mengetahui  dan  memahami.  Hal  ini  sesuai  dengan

                   sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dala Kitab Hilyatu
                   Al-Auliya:

                                                                ْ
                                                             َ  َ َ ُهل  َ َلقع  َ َ َلَّ َ َ  َْ نمِل َ ََنْيِد َ َ َلَّوَ،هل َ َ َ  َ ةَنامأ َ  َ َ َلَّ َ  َْ نمِل َ ََنامْيإ  َ َلَّ َ
                                                                                   ُ
                                                                       َ
                                                                                َ
                                                                                         َ
                                                                                                َ
                                                                                                     َ ِ
                          Artinya, Agama itu didasarkan pada akal; tidak ada arti agama bagi orang yang
                          tidak berakal.

                          Akal  pada  diri  seseorang  manusia  tumbuh  dan  berkembang  sesuai  dengan
                   pertumbuhan fisiknya dan baru berlaku atasnya taklif bila akal telah mencapai tingkat
                   yang sempurna. Perkembangan akal itu sesuatu yang tersembunyi dan tidak dapat dilihat

                   dari  luar.  Karena  itu  perkembangan  akal  pada  manusia  Dapat  diketahui  pada

                   perkembangan jasmaninya. Seorang manusia akan mencapai tingkat kesempurnaan akal




                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 17
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31