Page 41 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 41
Iman Al-Syaukani dalam kitabnya Irsyad al-Fuhuli memberikandefinisi ijtihad
seperti ini:
َ َطابنتسلإاَقيرطبَيلمعَيعرشَمكحَلينَيفَعسولاَلذب
Artinya: Mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hukum syar’i yang
bersifat amali melalui cara istinbath.
Ibnu Subki memberikan definisi sebagai berikut ini:
َ َيعرشٍَمكحبَّنظَليصحتلَعسولاَهيقفلاَغارفتسإ
َ
ٍّ
ٍ
Artinya:Pengerahan kemampuan seorang faqih untuk menghasilkandugaan kuat
tentang hukum syar’i .
Pengertian ijtihad menurut ahli usul fikih lain adalah:
َ ةيعرشلاَةلدلْاَنمَيليصفتَليلدَنمَيعرشلاَمكحلاَىلإَلوصوللَدهجلاَلذبَوهَداهتجلإا
Artinya:“Ijtihad ialah mencurahkan kesungguhan untuk mendapatkan hukum
syara’ dari suatu dalil tafsili (terperinci)dari dalildalil syar’i ah”.
Jadi ijtihad ialah pencurahan pikiran dan kesempatan untuk mendapatkan
suatuhukum syara, mengenai suatu masalah dengan jalan istinbat dari al-qur’an dan al-
hadis.Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid, yaitu orang yang
mencurahkantenaga dan pikirannya untuk mendapatkan hukum syara’ dari suatu hukum
tafsili(terperinci) yang dijadikan dalil-dalil syar’i yah.
Dari menganalisis ketiga definisi di atas dan membandingkannya dapat diambil
hakikat dari ijtihad itu sebagai berikut:
a. Ijtihad adalah pengerahan daya nalar secara maksimal;
b. Usaha ijtihad dilakukan oleh orang yang telah mencapai derajat tertentu di bidang
keilmuan yang disebut faqih;
c. Produk atau yang diperoleh dari usaha ijtihad itu adalah dugaan yang kuat tentang
hukum syara’ yang bersifat amaliah;
d. Usaha ijtihad ditempuh melalui cara-cara istinbath.
B. Hukum Berijtihad
Yang dimaksud dengan hukum berijtihad di sini ialah hukum dari orang yang
melakukan ijtihad, baik dari tujuan hukum taklîfî, maupun hukum wadh‘î. Karena yang
berwenang melakukan ijtihad itu adalah orang yang telah mencapai tingkat fâqih
(sebagaimana disebutkan dalam definisi di atas), maka mahkum ‘alaih-nya(objek atau
orang yang dikenai oleh hukum) di sini adalah orang yang faqih.
USHUL FIKIH - KELAS XII 32