Page 46 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 46

kedua  Ijma`  Sukuti  disebut  juga  dengan  Ijma`  I`tibari,  yaitu  kebulatan  yang

                       dianggap adaapabila seseorang mujtahid mengeluarkan pendapatnya dan diketahui
                       oleh  mujtahid  lainnya,  akan  tetapi  mereka  tidak  menyatakan  persetujuan  atau

                       bantahannya.
                              Sedangkan  Abdu  al-Rahman  dalam  bukunya  Shari`ah  The  Islamic

                       menambahkan  pembagian  tersebut  dengan  Ijma`  Fi`li,  yaitu  kesepakatan  para
                       mujtahid  dengan  melakukan  tindakan  yang  tidak  dinyatakan  bantahan  atau

                       persetujuan terhadap tindakan tersebut.

                              Adapun  kriteria  Ijma`  menurut  sebagian  ulama  ushul  adalah  :  1)
                       Kesepakatan sekelompok fuqaha /ulama; 2) Pada kurun waktu tertentu; 3) Di ruang

                       lingkup suatu wilayah atau kawasan tertentu pula.

                              Dengan penjelasan di atas, maka sebenarnya Ijma` sangat efektif untuk : 1)
                       Menjadi  asas  Ijtihad  Jama`I  (Ijtihad  kolektif);  2)  Melandasi  penemuan  serta

                       pengembangan hukum kontekstual menurut kondisi ruang dan waktu. Dari sini lebih
                       jelas  tampak  bahwa  hukum  Islam  memiliki  sifat  kelenturan  (elastisitas  dan

                       Fleksibelitas).
                    2.  Qiyas

                              Kata  qiyas  merupakan  derivasi  (bentukan)  dari“سيقي    َ - َ  ساق”,  artinya

                       mengukur. Secara etimologi, term al-qiyas mengandung beberapa makna, dan yang

                       terpenting ialah makna “persamaan” (al-musawah)  dan “pengukuran” (al-taqdir).

                              Makna  “persamaan”  itu  dalam  arti  mutlak,  baik  yang  bersifat  indrawi,
                       misalnya, ungkapan “qasa al-tsaub bi al-tsaub”( pakaian ini menyamai pakaian itu)

                       dan ungkapan “qistu al-burtuqalah bi al-burtuqalah” ( saya menyamakan jeruk ini
                       dengan jeruk itu). Sedangkan makna persamaan yang bersifat non indrawi terlihat

                       pada ungkapan “fulan yuqasu bi fulan” (si fulan tidak disamakan dengan si fulan).

                       Sedangkan  makna  pengukuran  (al-taqdir)  terdapat  pada  ungkapan  “qasa  al-tsaub
                       bial-mitr” ( dia  mengukur pakaian  itu dengan alat meteran), dan ungkapan  “qasa

                       alardbial-qasbah” (dia mengukur tanah itu dengan bambu).
                              Sedangkan  secara  terminologi,  terdapat  berbagai  rumusan  yang

                       dikemukakan  oleh  para  ulama  ushul  fiqh,  berbagai  rumusan  definisi  qiyas  yang

                       mereka kemukakandapat dikategorisasikan sebagai berikut :
                                                                           َهمكحَةلعَيفَلصلآَعرفَةواسم


                              Artinya: Persamaan far`u dengan asl dalam hal `illat  hukumnya.


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 37
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51