Page 50 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 50

b.  Telah  cukup  meluas  di  kalangan  sahabat  tentang  penggunaan  maslahat

                            mursalah,  seperti  pencetakan  mata  uang  pada  masa  Umar  bin  Khattab;
                            penyatuan qira`ah Alquran zaman Usman; memerangi orang-orang yang tidak

                            mengeluarkan zakat masa Abu Bakar; dan diberlakukannya azan dua kali pada
                            zaman Usman;

                        c.  Apabila maslahah sesuatu sudah cukup nyata dan sesuai dengan maksud hukum
                            syara’ maka menggunakan maslahat mursalah berarti memenuhi tujuan syara’.

                            Sebaliknya bila tidak digunakan berarti melalaikan tujuan hukum syara’;

                        d.  Apabila tidak boleh menggunakan maslahah mursalah sebagai metode ijtihad,
                            dalam masalah tertentu akan menjadikan umat dalam kesulitan, padahal Allah

                            menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya.

                              Ulama-ulama  yang  menolak  maslahah  mursalah  sebagai  metode
                       ijtihad,mengemukakan beberapa alasan, antara lain:

                        a.  Sesuatu yang tidak ada petunjuk  syara’  membenarkannya berarti bukan suatu
                            maslahah.  Mengamalkan  sesuatu  di  luar  petunjuk  syara’  berarti  mengakui

                            kurang lengkapnya Alquran dan Sunnah, padahal Alquran dan Sunnah  sudah
                            lengkap meliputi semua hal;

                        b.  Mengamalkan  sesuatu  yang  tidak  memperoleh  pengakuan  tersendiri  dari  nas

                            berarti menuruti kehendak hati dan kemauan hawa nafsu;
                        c.  Menggunakan  maslahah  dalam  ijtihad  tanpa  nas  berarti  bebas  menetapkan

                            hukum, hal ini dilarang dalam Islam;
                        d.  Apabila dibolehkan berijtihad dengan maslahah yang tidak mendapat dukungan

                            dari nas, besar kemungkinan terjadi perubahan hukum syara’ karena perubahan
                            waktu dan tempat, atau karena berlainan tinjauan seseorang dengan orang lain,

                            sehingga  tidak  ada  kepastian  hukum.  Hal  ini  tidak  sejalan  dengan  prinsip

                            hukum syara’ yang bersifat universal dan meliputi semua umat Islam.
                    5.  ‘Urf atau Kebiasaan

                              Kata ‘urf  berasal dari kata ‘arafa - ya’rifu (فرعي  َ - َ  فرع) yang makna dan
                                                                                     َ
                                                                            ِ
                       kandungannya  sering  diartikan  sama  dengan  kata  “al-ma’ruf”  (فورعملا)  dengan

                       arti: “sesuatu yang dikenal”. Di antara ahli bahasa Arab ada yang menyamakan kata
                       ‘adat dan ‘urf tersebut, kedua kata itu mutaradif (sinonim). Seandainya kedua kata

                       itu dirangkaikan dalam suatu kalimat, seperti: “hukum itu didasarkan kepada ‘adat

                       dan  ‘urf  ,  tidaklah  berarti  kata  ‘adat  dan  ‘urf  ituberbeda  maksudnya  meskipun


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 41
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55