Page 45 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 45

Adapun  Ibnu  Taimiyyah  memberi  batasan  pengertian  ijma`  sebagaimana

                       berikut:  “Makna  Ijma`  adalah  kesepakatan  ulama  kaum  muslimin  mengenai
                       suatuhukum dari beberapa hukum”.

                              Ijma`  merupakan  sumber  yang  kuat  dan  merupakan  salah  satu  metode
                       pengembangan  ijtihad  untuk  meneruskan  dan  menerapkan  hukum-hukum  Islam.

                       Jika sudah terjadi kemufakatan atas suatu hukum, maka sudah barang tentu ada dalil
                       (alasan)  yang  menjadi  sandarannya,  sebab  tidak  masuk  akal  kalau  para  ulama

                       bersepakat atas sesuatu hukum tanpa mempunyai dalil syara`. Hal ini sesuai dengan

                       hadis   Rasulullah    Saw.    :   “Ummatku     tidak   akan    bersepakat   untuk
                       melakukankesalahan”. (H.R. Abu Daud dan al-Turmudji).

                              Alasan  menempatkan  ijma`  sebagai  dasar  hukum  setelah  Alquran  dan

                       Sunnah  juga  dikuatkan  oleh  beberapa  Asar  sahabat  Nabi  Muhammad  Saw.
                       diantaranya  sebagaimana  disampaikan  Umar  ibn  al-Khattab  kepada  Syuraih  :  “

                       Putuskanlah(perkara itu) menurut hukum yang ada dalam kitab Allah, kalau tidak
                       ada  (dalamAlquran),  maka  putuskanlah  sesuai  dengan  hukum  yang  ada  dalam

                       SunnahRasulullah  Saw.  kalau  tidak  ada  (dalam  sunnah  Rasulullah  Saw.)
                       putuskanlahberdasarkan  hukum  yang  telah  disepakati  oleh  (ummat)  manusia”.

                       Dalam  riwayat  lain  :  “Putuskanlah  menurut  hukum  yang  telah  ditetapkan  oleh

                       orangorangsaleh”.
                              Dasar lain, sebagaimana yang dikatakan Ibn Mas`ud : “Siapa yang ditanya

                       tentang  (hukum)  suatu  masalah  seyogyanya  ia  memberikan  fatwa  berdasarkan
                       hukum  yang  ada  dalam  kitab  Allah,  Kalau  tidak  ada  (dalam  Alquran),  maka

                       berfatwalah  menurut  hukum  yang  ada  dalam  Sunnah  Rasulullah  Saw.  dan  kalau
                       tidak ada (dalam Hadis), hendaklah berfatwa menurut hukum yang telah disepakati

                       oleh umat manusia (umat Islam).

                              Objek  ijma`  ialah  semua  peristiwa  atau  kejadian  yang  tidak  ditemukan
                       dasarnya  dalam  Alquran  dan  Sunnah  atau  peristiwa  yang  berhubungan  dengan

                       ibadah  ghairu mahdah (ibadah  yang tidak  langsung ditujukan kepada Allah Swt.)

                       bidang  muamalah,  bidang  kemasyarakatan  atau  semua  hal-hal  yang  berhubungan
                       dengan urusan duniawi tetapi tidak ada dasarnya dalam Alquran dan Hadis.

                              Ijma` ditinjau dari cara terjadinya, menurut ahli Ushul Fiqh dibagi menjadi
                       dua, yaitu Ijma` Bayani (disebut juga Ijma` Qauli, Ijma` Sharih atau Ijma` Haqiqi)

                       yaitu kemufakatan yang dinyatakan atau diucapkan oleh mujtahidin, termasuk dalam
                       katagori  ini  tulisan  mujtahidin  yang  diakui  oleh  para  mujtahidin  lainnya.  Yang


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 36
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50