Page 48 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 48

3.  Al-Hukm,  yaitu  hukum  yang  terdapat  pada  asl.  Hukum  disini  adalah  hukum

                            yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, baik secara tegas maupun ma`nawi. Ini
                            berarti, hukumnya  harus  berdasarkan  Alquran dan Hadis, harus dapat dicerna

                            akal tentang tujuannya dan hukum yang ditetapkan bukan masalah rukhsah dan
                            khusus.

                        4.  ‘Illat,  secara  bahasa  dapat  berarti  al-maradh,  yaitu  penyakit,  atau  al-sabab,
                            yaitu sebab yang melahirkan atau menyebabkan adanya sesuatu Dalam konteks

                            qiyas, maka pengertianya yang kedua, yaitu “sebab” adalah lebih sesuai, karena

                            `illat  tersebut  menyebabkan  tetapnya  hukum  pada  far`u  yang  dituntut  untuk
                            menetapkan hukumnya.

                    3.  Istihsan

                              Istihsan  menurut lughawi berarti memperhitungkan sesuatu lebih baik atau
                       mencari  yang  lebih  baik  untuk  diikuti.  Secara  istilah,  istihsan  menurut  pendapat

                       Ibnu Subki adalah beralih dari penggunaan suatu qiyas kepada qiyas lain yang lebih
                       kuat  dari  padanya.  Menurut  pendapat  asy-Satibi  dari  Malikiyyah  adalah

                       menggunakankemaslahatan yang bersifat juz`i sebagai pengganti yang bersifat kulli.
                       Sedangkan Ibn Qudamah dari Hanabilah menyatakan, “sesuatu yang dianggap lebih

                       baik  oleh  seorang  mujtahid  berdasarkan  pendapat  akal”.  Al-Ghazali  mengatakan

                       “semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya.
                              Dilihat  dari  sisi  dalil  yang  digunakan,  istihsan  terbagi  tiga  macam,  yaitu:

                       Pertama,  beralih  dari  qiyasjali  kepada  qiyaskhafi  karena  dipandang  lebih  tepat.
                       Contoh:  mewakafkan sebidang tanah  yang di dalamnya ada  jalan dan sumber air,

                       apakah  dengan  semata  mewakafkan  sebidang  tanah  tersebut    termasuk  jalan  dan
                       sumber airnya?  Menurut  qiyasjali disamakan dengan  akad jual beli, berarti tidak

                       termasuk  jalan  dan  sumber  air.  Namun  lebih  tepat  disamakan  dengan  sewa-

                       menyewa (qiyaskhafi, karena persamaan ‘illatnya lemah) sehingga jalan dan sumber
                       air termasuk dalam akad.

                              Kedua, beralih dari pengertian umum yang dituntut suatu nas kepada hukum

                       yang bersifat khusus. Contoh: sanksi hukum terhadap pencuri. Menurut nas (surah
                       al-Maidah ayat 37), sanksi hukumnya adalah potong tangan. Namun bila pencurian

                       itu dilakukan pada musim kelaparan, maka tidak dikenakan hukum potong tangan.
                              Ketiga, beralih dari hukum yang bersifat umum kepada hukum pengecualian.

                       Contoh:  Islam  melarang    memperjualbelikan    sesuatu  yang  tidak  dilihat.  Namun
                       berdasarkan istihsan dibolehkan seperti jual beli saham, muzara’ah dan lain-lain.


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 39
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53