Page 79 - layout terbaru fiks.3 - PDF
P. 79
Namun, aku masih bertanya-tanya dengan keberadaan perempuan di desa ini dan
mengakibatkan aku tidak fokus dengan liburan ini.
“Bayu, diajak makan sama paman kenapa ga jawab, melamun terus, mikirin apa”, tanya ibu
padaku.
“tidak bu, aku hanya lelah” jawabku.
Mendengar perckapan tersebut, ayah menyuruhku istirahat di kamar yang telah
disediakan. Betapa anehnya saat memindahkan pakaian ke lemari, aku melihat beberapa foto
yang ditutupi dengan tumpukan-tumpukan kain bekas dan diletakkan paling bawah. Karena
didorong oleh rasa penasaran, aku membuka dan melihat foto-foto tersebut, ternyata semua
foto itu adalah foto bibiku tapi hanya setengah badan saja, bagian kepala hingga dada terpotong.
Ingin sekali aku menanyakan ini pada paman, namun kata ayah kami tidak boleh bertanya
apapun yang tidak penting terutama tentang perempuan di desa Banda. Memikirkan ini semua
membuatku semakin lelah, akhirnya aku tertidur hingga malam tiba.
Setelah terbangun, yang berada dirumah tersisa ibu dan adikku sedang menyantap
makanan. Lalu aku ikut makan bersama mereka, sembari menanyakan kemana perginya
paman, sepupu dan ayah. Ibu hanya berkata bahwa ada acara rutinan setiap hari rabu di desa
ini, jadi ayahku ingin melihat acara tersebut. Selesai makan, aku mengajak Ashana jalan-jalan
disekitar. Di tengah jalan aku dan ashana mendengar suara aneh yang tidak pernah aku dengar
sebelumnya.
“kak, denger gaa ada suara keras dari arah sana?”, Ashana menunjuk salah satu rumah warga
yang sangat ramai.
“iya kakak dengar, mungkin itu acara rutinan yang dibilang ibu tadi”, jawabku dengan ragu
dan berusaha tenang.
Aku dan Ashana memutuskan untuk melihat acara tersebut, namun belum sampai aku
didepan rumahnya ada salah satu warga yang melarangku masuk karena yang dapat masuk
hanya orang-orang tertentu. Ashana lalu mengajakku pulang sebab ia sangat takut saat melihat
di sekeliling ternyata banyak makam. Sesampainya dirumah, aku terkejut dengan keberadaan
ibu duduk ditengah jalan depan rumah.
79