Page 81 - layout terbaru fiks.3 - PDF
P. 81

Tapi, aku berusaha menenangkan ayah dan minta maaf pada paman karena aku juga memahami

               apa yang dirasakan oleh ayah.

               Di tengah konflik ini, aku menanyakan pada ayah “kemana perginya Ashana karena aku tidak

               melihatnya saat pulang, apakah ia bersama ayah?”.

               “ayah tidak tau nak, ayah kira dia sama kamu, lalu kemana adikmu itu?”, jawab ayah dengan

               tatapan sedih.


               “pak  permisi,  ada  anak  perempuan  yang  bertingkah  aneh  di  pemakaman  apakah  anak  itu
               kerabat mu?, tanya seorang warga yang tiba-tiba datang ke rumah kami.


               Setelah mendengar itu aku, ayah, paman, dan sepupuku berlari menuju pemakaman. Dengan
               meninggalnya ibu membuatku trauma dan takut kehilangan.


                       Kami dikejutkan dengan adikku yang memakan bunga di makam ibu, tidak banyak
               berfikir aku langsung menariknya dari makam ibu dan berusaha menyadarkan Ashana. Namun

               ternyata ia seperti bukan adikku, ayahku semakin murung dan saat sampai dirumah aku terus

               menemani Ashana karena takut kejadian seperti ibu akan terulang lagi. Aku sempat lengah dan
               Ashana sudah tidak ada didekatku, aku langsung bergegas mencarinya dan ternyata ia lagi

               makan bersama dengan ayah, sepupu, dan pamanku. Ashana tampak makan dengan normal

               namun wajahnya agak sedikit pucat. Setelah makan, ayah berkata bahwa yang menjaga Ashana
               biar  ayah  saja,  jadi  malam  itu  Ashana  tidur  di  kamar  ayah.  Sepupuku  selalu  berusaha

               menenangkan  dan  menghiburku,  ia  mengajakku  jalan-jalan  malam  dan  saat  perjalanan  ia
               memberitahu  bahwa  sering  melihat  ayahku  keluar  rumah  ketika  semua  tertidur  sambil

               membawa bungkusan kain hitam. Tapi saat aku tanya bungkusan isinya apa ia tidak tahu.

                       Rasa  penasaranku  semakin  menjadi,  malam  itu  ketika  semua  tertidur  aku  berusaha

               terjaga dan ternyata benar ucapan sepupuku bahwa ayah keluar rumah. Lalu aku mengikutinya

               diam-diam, aku terkejut ayah mendatangi sebuah petilasan kuno dan membicarakan sesuatu
               seolah ada yang mendengarnya, bungkusan kain yang dibawa berisi sesajen dan beberapa helai

               rambut yang entah itu milik siapa. Setelah aku berusaha menguping pembicaraan ayah, rasanya
               aku tidak sanggup mendengarnya.





                                                            81
   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86