Page 98 - layout terbaru fiks.3 - PDF
P. 98
Pada suatu petang di tahun 1945, angin sepoi-sepoi mengusap perbukitan di sebuah
desa kecil di pedalaman Jawa. Desa itu menjadi saksi bisu dari perubahan besar yang akan
terjadi, ketika kabar kemerdekaan mulai menyebar seperti api di hamparan sawah yang
menguning.
Ahmad, seorang pemuda yang bersemangat, memandangi langit mulai berwarna merah
senja. Langit itu tidak hanya memancarkan keindahan, tetapi juga membawa perubahan besar
bagi hidupnya. Dia adalah salah satu pemuda desa yang terpilih untuk bergabung dalam
pasukan kemerdekaan yang akan membebaskan tanah air dari penjajahan.
Malam itu, desa diwarnai oleh pertemuan rahasia di bawah pohon rindang. Para pemuda
berkumpul untuk mendengarkan pemimpin mereka, Pak Slamet, yang telah terlibat dalam
pergerakan kemerdekaan. Dalam bayangan gemerlap obor, Pak Slamet menyampaikan tentang
semangat perjuangan dan mimpi untuk melihat bendera merah putih berkibar di langit
Indonesia yang bebas.
"Saudara-saudara, kita tidak hanya berjuang untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk anak cucu
kita, agar mereka dapat hidup dalam tanah air yang merdeka dan damai," kata Pak Slamet
dengan penuh semangat.
Ahmad dan kawan-kawannya bersiap-siap untuk berangkat ke medan perang dalam
waktu satu bulan lagi. Mereka merahasiakan persiapan mereka dari siapapun karena penjajah
yang selalu memantau setiap gerak-gerik. Namun, saat Ahmad dan kawan-kawannya sibuk
menyiapkan keberangkatan ada seorang gadis muda Jepang yang sangat mencuri perhatian
karena kecantikannya. Ia bernama Akiko Maeda, adalah wanita bangsawan yang sangat
dihormati, banyak yang mengagumi karena kecantikan dan kebaikannya. Tetapi ia sering
menyembunyikan kebaikannya pada masyarakat dari Bangsa Jepang sendiri, sebab ia takut
dihukum.
Suatu hari, saat Ahmad berlatih dengan teman-temannya, Akiko Maeda melewati dan
hendak berhenti di tempat tersebut, karena mereka takut Akiko Maeda mengetahui latihan
98