Page 21 - DRAFT BUKU SAKU TESA FIFIA AYUZA (2)
P. 21
persen dari peralatan yang kita gunakan sehari-hari kini dikendalikan atau didukung oleh
teknologi digital. Selain itu, perubahan ini juga memiliki dampak besar terhadap struktur
demografis. Di Indonesia, misalnya, data terbaru menunjukkan bahwa jumlah penduduk dalam
kelompok usia 15 hingga 64 tahun, yang merupakan usia produktif, telah mencapai 183,36 juta
jiwa, atau sekitar 68,7% dari total populasi. Dengan jumlah tersebut, Indonesia memiliki
potensi besar untuk mengoptimalkan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan
yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja yang semakin dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi dan otomatisasi. Dalam konteks ini, pendidikan harus mampu beradaptasi dengan
cepat untuk memastikan bahwa generasi muda memiliki keterampilan yang sesuai dengan
tuntutan industri 4.0, agar mereka tetap kompetitif dan siap menghadapi tantangan global yang
semakin kompleks. Teknologi bertranformasi demikian pula dengan dunia pendidikan.
Perubahan ini mengakibatkan banyak perubahan dan pergeseran peran, termasuk dalam dunia
pendidikan, khususnya bidang keguruan.
Integrasi Sumber Daya dalam Pendidikan Industri
Integrasi sumber daya dalam pendidikan industri adalah konsep penting yang
mencakup pemanfaatan berbagai elemen yang ada, seperti teknologi, infrastruktur, kurikulum,
serta keterampilan dan pengetahuan para pendidik. Dalam konteks ini, guru memegang peranan
yang sangat sentral. Sebagaimana dinyatakan oleh Palmer, keberhasilan pendidikan tidak
hanya ditentukan oleh kualitas kurikulum atau fasilitas pendidikan yang ada, tetapi yang paling
menentukan adalah kesiapan dan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Hal
ini menjadi lebih relevan dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan peranannya
dalam pendidikan, terutama di era Revolusi Industri 4.0.
Revolusi Industri 4.0, yang ditandai dengan kemajuan digitalisasi dan otomatisasi,
menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi dunia pendidikan. Salah satu karakteristik
utama dari era ini adalah proliferasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang
mengubah cara guru mengajar dan siswa belajar. Guru kini dituntut untuk tidak hanya
menguasai konten pembelajaran, tetapi juga untuk dapat memanfaatkan teknologi dalam
menyampaikan materi pelajaran. Seperti yang dikatakan oleh Chamberlain, dunia pendidikan
tidak dapat terus menggunakan metode yang sama seperti yang digunakan pada masa lalu. Oleh
karena itu, para guru harus siap mengadaptasi pendekatan baru agar dapat melibatkan siswa
dalam proses pembelajaran yang lebih efektif dan menarik. Guru yang profesional di era digital
ini dituntut untuk menguasai teknologi informasi dan mengintegrasikannya ke dalam metode
pengajaran mereka. Ini bukan hanya soal kemampuan menggunakan perangkat teknologi,
tetapi juga bagaimana cara teknologi dapat digunakan untuk memperkaya pengalaman belajar
siswa. Misalnya, guru bisa memanfaatkan aplikasi pembelajaran online seperti Google
Classroom untuk mengadakan kelas virtual, terutama ketika kondisi tertentu menghalangi
pertemuan tatap muka. Dengan cara ini, pembelajaran dapat tetap berlanjut meskipun ada
kendala fisik atau geografis yang menghalangi keberlangsungan kelas di ruang fisik.
Selain itu, revolusi teknologi juga memunculkan tantangan baru dalam hal interaksi
antara guru dan siswa. Siswa masa kini, yang sering disebut sebagai "penduduk asli digital"
(digital natives) oleh Prensky, sudah sangat familiar dengan teknologi sejak usia dini.
Hal ini berarti bahwa mereka cenderung memiliki akses yang lebih cepat dan lebih mudah
terhadap informasi dan materi pelajaran melalui perangkat teknologi, bahkan sebelum guru
mereka menyampaikannya di kelas. Oleh karena itu, guru perlu memikirkan kembali cara
mereka mendekati siswa. Mereka harus mampu mengakomodasi kebutuhan siswa yang lebih
21