Page 152 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 152
138
di Indonesia. Pelabelan ini yang lalu diadopsi penulis lagu
sebagai identitas tokoh ‘aku’ yang sedang patah hati di dalam
lagu.
Pada dunia anak ‘punk’ atau jalanan, otoritas kepemilikan
adalah sebuah konsep yang sangat cair. Kolektivitas
kepemilikan tak hanya berlaku untuk gitar—yang nyaris
dapat digunakan oleh siapa saja—namun juga lagu-lagu yang
dinyanyikan di jalanan. Lagu-lagu ini menjadi media bagi
ROSDA
anak-anak ini untuk mencipta, mengkreasi, dan memodifikasi.
Menurut perspektif Bakhtin (1981) proses kreasi di mana
sebuah narasi diciptakan atas kelindan narasi yang lain disebut
‘dialogisme.’ Ide ini menandaskan bahwa tidak satu narasi pun
tercipta pada ruang yang kosong atau vakum. Dengan konsep
ini, proses reproduksi dan modifikasi dapat dipahami sebagai
bagian dari penciptaan. Hal ini tentu berbeda dengan konsep
kepemilikan dalam dunia Barat yang mengenal hak cipta
dan metode yang spesifik dalam memberikan kredit kepada
pencipta dalam proses modifikasi, adaptasi, maupun parafrase.
Dunia pendidikan formal mengajarkan beberapa teknik
pencatatan referensi apabila seorang penulis menggunakan
informasi dari beberapa sumber dalam mengonstruksi
gagasannya. Di luar tata nilai keformalan itu, dunia dihimpun
oleh gagasan-gagasan yang bertaburan dan bebas digunakan.
Dengan demikian, proses penciptaan berkelindan dengan
modifikasi, penyesuaian, dan kreativitas tanpa batas. Dunia
yang cair ini membangun kreativitas pada komunitas anak
jalanan. Mereka memiliki praktik literasi yang khas, praktik
yang membangun jati diri mereka sebagai pencipta gagasan.