Page 154 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 154
140
Subordinasi dan Negosiasi
Identitas
Mendengarkan suara buruh migran dan anak jalanan,
ada satu benang merah yang terjalin. Mereka sama-sama
berpendapat bahwa apa yang mereka lakukan sebagai
profesi yang bukan impian siapapun. Menjadi buruh migran
ROSDA
dan anak jalanan dilakukan karena tidak ada pilihan lain.
Dalam beberapa artikel lain di blog mereka, Yany dan Rie rie
menggunakan judul bernada protes seperti Aku Bukan ATM
(Kusuma, 2012a), Siapa bilang jadi TKW itu Enak (Kusuma,
2012c), Nekawe Sampai Tua, oh Tidaakk, (Rie rie, 2012b), dan
Privasi untuk Pembantu, Tak Perlukah? (Rie rie, 2012c). Dari
judul-judul itu pembaca dapat melakukan prediksi tentang
isi artikel. Judul-judul itu cukup mengindikasikan citra BMI
sebagai sosok yang harus bekerja keras, menderita, dibatasi
ruang geraknya, dan mengalami diskriminasi. Opini ini
juga dinyatakan jelas dalam tulisan Elis dan lagu tentang
cinta bertepuk sebelah tangan seorang anak jalanan yang
‘ditulis’ oleh Eli. Semua ciri ini menunjukkan persepsi mereka
tentang identitas posisional buruh migran dan anak jalanan
yang tersubordinasi atas dasar tingkat sosial, latar belakang
pendidikan, dan status sosial. Meskipun demikian, tulisan
BMI seperti Rie rie, Yany, dan Fera melihat bahwa posisi
yang kurang menguntungkan ini bisa didestabilisasi. Mereka
melakukan upaya ini melalui blog sebagai artefak budaya untuk
menciptakan dunia berpola yang baru, yakni dunia BMI yang
melek teknologi dan kreatif. Artefak budaya para anak jalanan