Page 105 - Kelas 12 Hindu BS press
P. 105
Dari peninggalan sejarah diketahui bahwa masyarakat Majapahit relatif
hidup rukun, aman, dan tenteram. Majapahit menjalin hubungan baik
dan bersahabat dengan Negara tetangga, di antaranya dengan Syangka
(Muangthai), Dharma Negara, Kalingga (Raja Putera), Singhanagari
(Singapura), Campa dan Annam (Vietnam), serta Kamboja. Negara-
negara sahabat ini disebut dengan Mitreka Satata. Disebutkan bahwa pada
masa Hayam Wuruk, penganut agama Hindu Siwa dan Buddha dapat
bekerjasama. Hal ini diungkapkan oleh Empu Tantular dalam Sutasoma
atau Purusadashanta yang berbunyi ”bhinneka tunggal ika tan hana
dharma mangrawa” yang artinya: ”di antara pusparagam agama adalah
kesatuan pada agama yang mendua.” Rakyat Majapahit terbagi dalam
kelompok masyarakat berdasarkan pekerjaan. Pada umumnya, rakyat
Majapahit adalah petani, sisanya pedagang dan pengrajin. Selain pertanian,
Majapahit juga mengembangkan perdagangan dan pelayaran. Hal ini dapat
simpulkan dari wilayah kekuasaan Majapahit yang meliputi Nusantara
bahkan Asia Tenggara. Barang utama yang diperdagangkan antara lain
rempah-rempah, beras, gading, timah, besi, intan, dan kayu cendana.
Sejumlah pelabuhan terpenting pada masa itu adalah Hujung Galuh,
Tuban, dan Gresik. Majapahit memegang dua peranan penting dalam dunia
perdagangan. Pertama, Majapahit adalah sebagai kerajaan produsen yang
menghasilkan barang-barang yang laku di pasaran. Hal ini bisa dilihat
dari wilayah Majapahit yang demikian luas dan meliputi daerah-daerah
yang subur. Kedua, peranan Majapahit adalah sebagai perantara dalam
membawa hasil bumi dari daerah satu ke daerah yang lain. Perkembangan
perdagangan Majapahit didukung pula oleh hubungan baik yang dibangun
penguasa Majapahit dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Barang-barang
dari luar negeri dapat dipasarkan di pelabuhan-pelabuhan Majapahit. Dan
sebaliknya, barang-barang Majapahit dapat diperdagangkan di negara-
negara tetangga. Hubungan sedemikian tentu sangat menguntungkan
perekonomian Majapahit. Dalam hal kepemilikan tanah di Majapahit
memiliki kesamaan dengan yang berlaku di kerajaan-kerajaan sebelumnya.
Begitu pula mengenai perpajakan dan tenaga kerja. Para petani selalu
bergotong royong dalam hal bercocok tanam dan mengairi sawahnya.
Selanjutnya agama Hindu berkembang di Bali. Kedatangan agama Hindu
di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini dibuktikan dengan adanya
prasasti-prasasti, Arca Siwa yang bertipe sama dengan Arca Siwa di
Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8. Menurut uraian lontar-
lontar di Bali, bahwa Empu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di
Bali. Pengaruh Empu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte
yang hidup pada zaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 95