Page 128 - Kelas 12 Hindu BS press
P. 128
Bertempat di Pura Puseh (Desa Bedulu Gianyar) ditemukan peninggalan
arca Çiwa. Menurut tipenya arca itu dinyatakan serupa dengan arca Çiwa
yang terdapat di Candi Dieng. AJ Bernet Kemper mengatakan arca
tersebut berasal dari abad ke 8 Masehi.
Prasasti Blanjong yang berangka tahun 913 Masehi menyebutkan bahwa
Raja Putri Mahendradatta yang bergelar Gunapriya Dharmapatni mangkat
di Buruan Kutri Gianyar. Beliau diwujudkan dalam bentuk Dhurga Mahisa
Asura Mardhani yaitu Bhatari Dhurga yang sedang membunuh para setan
yang ada di badan seekor kerbau. Prasasti tersebut kini tersimpan di Pura
Blanjong Sanur.
Pada masa pemerintahan Raja Marakatta Pangkaja Sthanottungga Dewa
tahun 944-948 çaka (1022-1026 Masehi) datanglah Empu Kuturan ke Bali.
Beliau berasal dari Jawa Timur, setibanya di Bali membangun asrama di
Padangbai (Pura Silayukti) sekarang. Oleh beliau masyarakat Bali diajarkan
tentang silakrama, filsafat tentang makrokosmos dan mikrokosmos, Sang
Hyang Widhi, Jiwatman, Karmaphala, Wali dan Wewalen. Beliau juga
mengajarkan tentang Kusuma Dewa, Widhi Sastra, Sangkara Yoga dan tata
cara membangun Kahyangan atau bangunan suci lainnya. Bangunan suci
yang ada sampai sekarang dibangun menurut ajaran beliau adalah;
a. Sanggah Kemulan, Taksu dan Tugu untuk setiap rumah tangga dalam
satu pekarangan.
b. Sanggah Pamrajan yang terdiri dari; Surya, Meru, Gedong, Kemulan,
Taksu, Pelinggih Pengayatan Sad Kahyangan, dan Paibon serta
yang lainnya, untuk penyungsungan lebih dari satu kepala keluarga/
pekarangan.
c. Pura Dadiya, Pemaksan, Panti dan yang lainnya, yang penyungsungnya
lebih dari satu paibon/pemerajan.
d. Kahyangan Tiga (Pura Puseh, Baleagung, dan Dalem) sebagai tempat
memuja Tri Murti dibangun pada setiap Desa Pekraman/adat.
Selain pembangunan tempat-tempat suci tersebut di atas, beliau juga
mengajarkan tentang pembangunan Kahyangan Jagat, seperti; Pura
Besakih, Pura Batur, Pura Uluwatu, Pura Lempuyang, Pura Andakasa,
Pura Goalawah, Pura Pusering Tasik dan yang lainnya.
Pada masa Pemerintahan Raja Marakatta dilaksanakanlah penghormatan
kepada Maha Rsi Agastya, sebagaimana disebutkan dalam prasasti tersebut
yang berangka tahun 944 Çaka. Adapun kalimatnya berbunyi ”Rasa nikang
118 Kelas XII SMA/SMK