Page 167 - Kelas 12 Hindu BS press
P. 167
sebagai manto, jampi-jampi, sapo-sapo, kato pusako, kato, katubah, atau
capak baruak. Sampai saat ini mantra masih bertahan di tengah-tengah
masyarakat di Minangkabau. Isi mantra di Minangkabau saat ini berupa
campuran antara bahasa Minangkabau lama “kepercayaan animisme dan
dinamisme”, Melayu, bahasa Arab sebagaimana pengaruh Islam dan
bahasa Sanskerta sebagai wujud dari pengaruh Hindu Budha (Djamaris E.
: 2001). Sebagian masyarakat tradisional khususnya di Nusantara biasanya
menggunakan mantra untuk tujuan tertentu. Hal tersebut sebenarnya bisa
sangat efektif bagi para penggunanya. Selain merupakan salah satu sarana
komunikasi dan permohonan kepada Tuhan, mantra dengan kata yang
berirama memungkinkan orang semakin rileks dan masuk pada keadaan
trance. Dalam kalimat mantra yang kaya metafora dengan gaya bahasa
yang hiperbola tersebut membantu perapal melakukan visualisasi terhadap
keadaan yang diinginkan dalam tujuan mantra. Kalimat mantra yang
diulang-ulang menjadi afirmasi, pembelajaran di level unconscious dan
membangun apa yang para psikolog dan motivator menyebutnya sebagai
sugesti diri. Sedangkan Prapancha Sara menyatakan bahwa: “Brāhmanda
diresapi oleh sakti, yang terdiri atas Dhvani, yang juga disebut Nada, Prana,
dan sebagainya”. Manifestasi dari Sabda menjadi wujud kasar (Sthūla) itu
tidak bisa terjadi terkecuali Sabda itu ada dalam wujud halus (Suksma).
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Mantra merupakan aspek
dari Brahman dan seluruh manfestasi Kulakundalini. Secara filosofis
sabda itu adalah guna dari akasa atau ruang eternal. Tetapi sabda itu bukan
produksi akasa. Sabda memanifestasikan diri di dalam akasa. Sabda itu
adalah Brahman, seperti halnya di antariksa, gelombang bunyi dihasilkan
oleh gerakan-gerakan udara (Vāyu); karena itu di dalam rongga jiwa atau
di rongga tubuh yang menyelubungi jiwa, gelombang bunyi dihasilkan
sesuai dengan gerakan-gerakan Praṇa vāyu dan proses menarik napas dan
mengeluarkan napas.
Mantra disusun dengan menggunakan akṣara-akṣara tertentu, diatur
sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedangkan
huruf-huruf itu sebagai perlambang-perlambang dari bunyi tersebut. Untuk
menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan
cara yang tepat, sesuai dengan svara ‘ritme’ dan varna ‘bunyi’. Huruf-huruf
penyusunannya pada dasarnya ialah mantra sastra, karena itu dikatakan
sebagai perwujudan Śastra dan Tantra. Mantra adalah Paramātma., Weda
sebagai Jivātma, Dharsana sebagai indriya, Puraṇa sebagai jasad, dan Smṛti
sebagai anggota. Karena itu Tantra merupakan Śākti dan kesadaran, yang
terdiri atas mantra. Mantra tidak sama dengan doa-doa atau kata-kata untuk
menasehati diri ‘Ātmanivedana’. Dalam Nitya Tantra, disebutkan berbagai
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 157