Page 9 - Rencana & Cerita Pendek Lainnya
P. 9
“Ih, serem banget pohonnya,” kataku.
“Udah, rebahan aja, nikmati teduhnya,” jawab Abigail.
Kami sama-sama rebahan menatap ke langit, terlihat
gumpalan awan putih berarakan, tampak indah
mewarnai langit biru yang cerah, dengan cahaya
matahari yang hangat, sesekali diikuti hembusan angin
sepoi.
“Banyak sekali yang belum kamu lihat kan di hidupmu,
Sofie? Ingat gak dulu kita pernah sama-sama berbagi
mimpi untuk berpetualang ke Selandia Baru?” tanya
Abigail.
“Yes! Itu mimpi konyol, kan. Kejauhan dan kemahalan,”
celotehku.
“Harus direalisasikan, Sis! Hidup cuma sekali! Kita harus
benar-benar berpetualang!” jawabnya.
“Oke…bisakah kita tenang sejenak, menikmati suasana
ini?” pertanyaanku dibalasnya dengan anggukan.
Kami sama-sama memejamkan mata, merasakan damai
yang sepenuhnya berbeda dari waktu tidur di malam hari
setelah bekerja seharian. Merasakan energi terkumpul di
sini, dengan mimpi dan harapan baru.
Lalu aku membuka mataku.
Tepat sebulan setelah kematian Abigail. Dia tidak pernah
bercerita tentang penyakit kanker yang dideritanya. Aku
6