Page 141 - Toponim Magelang_Final
P. 141
128 Toponim Kota Magelang
Pagar Kawat Berduri anggitan Trisnoyuwono, pejuang yang pernah belajar militer
di Magelang. Novel ini merupakan refleksi sejarah yang digali dari pengalaman
pribadi pengarangnya sebagai seorang tentara pada zaman revolusi. Novel tersebut
menggambarkan kehidupan sosial yang serba tertekan di masa perang yang dialami
tokoh. Seperti tuturan Trisnoyuwono sebagai berikut:
“Selama ini aku menulis lebih banyak berdasarkan pengalamanku, lantaran aku belum
mampu mempertanggungjawakan segenap hal di luar pengalamanku.... Kuambil
bagian-bagian pengalamanku itu, kuaduk dengan khayal, kureka-reka, kupikirkan dan
kurasakan, sehingga menjadi suatu kebulatan menurut ukuranku.” 89
Lelaki ini dilahirkan di Yogyakarta pada 5 Desember 1926. Ia punya ikatan historis
dengan Magelang. Setamat SMA tahun 1946, ia masuk korps mahasiswa di Magelang
dan Jombang selama dua tahun. Sewaktu revolusi pecah, ia berumur 20 tahun dan
memiliki semangat yang kuat ikut berperang dan bergabung dengan tentara pelajar. Ia
malang melintang dalam pertempuran di berbagai kota. Mulai Magelang, Yogyakarta,
Surabaya, Jombang, Semarang, Ambarawa, sampai Pasundan. Dia menggelar serangan
gerilya dan mencegat konvoi serdadu Belanda selama pertempuran berlangsung. Saat
Agresi Militer II tahun 1949, Trisnoyuwono tertangkap dan dijebloskan ke dalam
penjara. Sewaktu sakit dan dirawat di rumah sakit, pria ini dapat melarikan diri.
Magelang sebagai ajang perang dan menjadi bagian dari masa mudanya tentu tidak
gampang dilupakan.
Di luar konteks perang, Kampung Kawatan periode kolonial juga diingat sebagai lokasi
Apotek van Gorkom, persisnya di sebelah selatan Jalan Kawatan. Selain rumah sakit,
apotek menandakan perkembangan infrastruktur Kota Magelang di bidang kesehatan.
Dengan banyaknya sarana kesehatan membuat warga Magelang kian gampang
memperoleh pelayanan kesehatan.
89 Baca Trisnoyuwono. Pagar Kawat Berduri. (Jakarta: Djambatan, 2001).