Page 67 - Toponim Magelang_Final
P. 67

54         Toponim Kota Magelang












                                  Kelurahan Kedungsari


                                  1. Sidotopo


                                  Dalam  panggung  sejarah  tatakota  Magelang  era  kolonial, tercatat nama  Kampung
                                  Sidotopo. Hanya saja, tak banyak tersedia sumber tertulis atau lisan yang menyebutkan
                                  riwayat kampung tersebut. Kendati demikian, aspek kesejarahan Kampung Sidotopo
                                  dapat ditinjau dari pendekatan sejarah religi manusia Jawa klasik yang gemar bertapa atau
                                  melakukan tapa brata demi meraih ketenangan dan kesempurnaan hidup. Pendekatan
                                  ini diperkuat pula dengan fakta sosial bahwa beberapa kampung di Magelang zaman
                                  dulu ditinggali atau mempunyai tokoh spiritual yang menjadi paran poro atau rujukan
                                  masyarakat. Dalam meladeni kepentingan masyarakat, tokoh spiritual tersebut acap
                                  menjalankan laku, baik bertapa maupun puasa sebagai lambaran bekerja.

                                  Kepercayaan Hindu-Buddha yang dulu pernah berkembang di Magelang merupakan
                                  sumber –meminjam terminologi antropolog Koentjaraningrat– “agama Jawi”, merekam
                                  beberapa bentuk tapa, walau sekarang sukar didapatkan fakta orang melakoni salah
                                  satu jenis tapa tersebut.  Sebut saja, tapa ngalong, bertapa dengan cara menggantung
                                                      22
                                  terbalik, kedua kaki diikat pada  dahan pohon, berpisah dengan tanah. Dalam  epos
                                  Ramayana yang digemari orang Jawa, dikisahkan Subali bertapa seperti kelelawar di
                                  puncak Gunung Sunyapringga. Buahnya, bumi menghadiahi Subali ajian Pancasona. Ia
                                  tak bisa mati selama kakinya menginjakkan tanah.


                                  Masih cerita Ramayana, ada tapa nyantuka. Bertapa seperti katak, dikerjakan oleh Retno
                                  Anjani di Telaga Sumala. Khayangan dibuat geger, dan para dewa bercucuran air mata.
                                  Pasalnya, mereka iba melihat penderitaan perempuan yang tebal rasa prihatinnya itu.
                                  Praktek tapa tersebut dinilai terlalu berat lantaran dalam menjalaninya, pelaku tidak
                                  makan apa-apa kecuali daun-daun yang kebetulan masuk ke mulut. Juga tidak minum
                                  apa-apa kecuali tetes embun yang dijatuhkan dari langit ke lidahnya. Ini melambangkan
                                  sikap pasrah seseorang mahluk kepada penciptanya.

                                  Selain bertapa, orang Jawa melakukan puasa. Puasa dan tirakat juga beda tipis. Sebelum
                                  tanah Jawa terkena proyek Islamisasi dan masyarakat lokal diajarkan cara berpuasa di


                                  22  Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. (Jakarta: Balai Pustaka, 1984).
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72