Page 8 - ASPPUK_FellowshipJurnalistik
P. 8
tempat tinggal sejak sampai di Bali. pembagiannya semua sama. Setiap keluarga
ditetapkan mendapat lahan seluas 50 are.
Sesampainya di Bali, para eks-transmigran
ditempatkan di transito. Didampingi “Sisanya harus dilepaskan dan menjadi
Sudirta, pengacara eks-Timtim waktu itu pelaba desa (lahan milik desa),” jelas Wayan
mengadakan audiensi di Jakarta terkait Suweca.
kepastian tindaklanjut tempat tinggal warga.
Pemerintah pusat memutuskan mereka Setelah mendapat jatah lahan, Putu Sentara
diserahkan kembali ke pemerintah daerah segera membersihkannya. Lahan itu berupa
(Pemda) masing-masing. Transmigran asal hutan dan statusnya milik negara. Luh Tu
Buleleng, yang ketika itu rombongan Kisid ingat betapa hutan itu penuh dengan aneka
tinggal di transito singaraja. tanaman sehingga mau jongkok untuk
kencing saja tidak bisa.
“Pemda Bali saat itu hanya bilang ada lahan.
Namun, setelah di Bali tidak ada kepastian Ia ingat betul, saat sedang hamil besar,
akan tinggal dimana, akhirnya audiensi lagi,” sang suami bekerja selama 3 minggu untuk
cerita Nengah Kisid. membersihkan lahan hutan ini. Bersama
warga lainnya, Sentara mematok (menandai)
Kala itu, masyarakat menegaskan agar membagi bakal lahan garapan untuk dibagi
pemerintah bisa membuktikan bahwa benar ke para eks-transmigran.
tidak ada lahan di Bali.
Setelah anaknya berumur 3 bulan, suaminya
Warga eks-Timtim dari Singaraja minta Luh Tu membersihkan lahan
awalnya akan diberikan uang sebagai jatahnya. Sembari mengasuh anaknya, ia
pengganti. Namun, bagi warga nilainya tak membersihkan lahannya sendiri.
sebandingkan dengan tempat tinggalnya
dulu di Timtim. Para eks-Timtim meminta “Bapak hanya menunjukkan saja, dikasitahu
lahan dengan luas yang sama seperti di membersihkan dengan mengikuti patok
Timur Timor. yang ada. Sampai ketemu patok yang di
ujung, nanti belok sampai berbentuk segi
Solusinya saat itu, Pemda Buleleng empat,” cerita Luh Tu mengikut arahan
memberikan lahan di hutan produksi terbatas suaminya dalam bahasa Bali.
di Sumberklampok. Beberapa petani
dikumpulkan (Eks-Timtim dari Badung, Sayangnya, setelah Luh Tu bekerja keras,
Karangasem, dan Buleleng) akhirnya ikut ia tak pernah menikmati hasil panen
tinggal di sumberklampok. Negara melalui garapannya. Semua uang hasil panen
Gubernur Bali saat itu memberikan lahan di dikuasai suaminya, tak sedikitpun Luh Tu
ujung barat Buleleng, Gerokgak. memegang uang hasil kerja kerasnya.
Wayan Suweca mengatakan dulu proses “Memek sing nawang pipis, asal
pembagian lahan ini hanya menggunakan panen sing ade pipisne, bisa uyut.
patok, ketika diukur dengan alat ukur Ye ne nagih pipisne. Yen sing
ternyata luas lahan setiap keluarga berbeda- baang, ambres-ambres ye. Nak
beda. Neneknya sendiri mendapat sekira 80 bapane wayan ngubuhin togel,
are. puluhan tahun,” tutur Luh Tu, sembari
memanen kacang di lahannya.
Tapi kemudian kelompok memutuskan agar
8 Fellowship Jurnalistik Perempuan, Bisnis Berkelanjutan dan Perubahan Iklim