Page 72 - just duit_Spread
P. 72
Dalam analog! itu, kalau kita tidak menabur tetapi menuai, na-
manya merampok. Dan itu tidak wajar, tidak manusiawi, bahkan
merendahkan kemanusiaan kita.
Kalau kita memperluas perspektif "hukum tuai-tabur" itu ke
dalam kehidupan akhirat—ke perkara sorga dan neraka—kita memi-
liki ajaran bahwa benarlah hukum itu. Artinya: sekalipun dalam ke-
hidupan dunia seseorang yang saleh tidak mendapatkan imbalan *
yang baik, mungkin kelak di akhirat ia mendapatkan kenikmatan
sorgawi atau pahala atas amal ibadahnya; sebaliknya, orang jahat
yang tidak mendapat hukuman di dunia karena kelicikan dan keku-
atan kuasanya, mungkin kelak di akhirat akan mendapatkan siksa
sengsara api neraka sebagai hukuman atas kejahatannya. Begitulah
kita diajar.
Karena dalam perjuangan itu ada faktor lain yang menentukan
keberhasilan atau kegagalannya, maka ada pepatah yang berbunyi,
"Man purposes God disposes, atau manusia berusaha Tuhan me-
nentukan". Memang begitulah kenyataannya, bagaimanapun manusia
berusaha dan berjuang, bisa saja jerih payahnya tidak membuahkan
hasil seperti yang diharapkan.
Ketidakkonsistenan itulah yang menjadi bahan renungan panjang
saya, apakah benar bahwa hukum hidup (seperti misalnya hukum ta-
bur-tuai, sebab-akibat) itu tidak konsisten, artinya tidak ada formula
sukses logisnya, sehingga kita tidak bisa memastikan bahwa setelah
"a...b...e...d..adalah e..." atau setelah "do...re...mi...fa... adalah sol..."?
Jika jawabannya adalah "Hukum hidup itu konsisten", maka apa
jawaban terhadap contoh kasus yang realistis seperti yang saya ung-
kapkan di atas tentang petani, misalnya?
Jika jawabannya adalah "Hukum hidup memang tidak konsisten,
minimal unpredictable", maka atas jawaban itu harus segera diper-
tanyakan, "Mengapa demikian? Apa alasannya? Apakah karena hidup
tidak ada hukumnya? Apakah karena keterbatasan pengetahuan dan
kekuasaan kita, atau karena intervensi 'Faktor X'?
Nah, berkenaan dengan faktor kesempatan, saya pun belum bisa
mengambil kesimpulan, apakah kesempatan itu netral—artinya, ti-
dak berpihak kepada siapa dan apa pun serta tidak berpribadi—atau
apakah yang namanya kesempatan itu adalah predeterministik, ar-
56