Page 11 - ORASI ILMIAH PROF. DR. POPPY ANDI LOLO SH. MH.
P. 11
10
memberikan batasan yang pasti, dan universal serta sesuai dengan
instrumen/konvensi internasional, kita mengacu kepada Protocol to Prevent,
Suppress and Punish Trafficking in Person Especially Women and Children.
Protocol ini sudah ditandatangani (signatory) oleh Pemerintah Indonesia, dan
semestinya segera di ratifikasi. Di luar batasan protocol itu, pengertian
perdagangan orang masih beragam. Hingga saat ini belum ada kesatuan
pandangan yang bisa menggambarkan kejahatan perdagangan orang. Hal
ini disebabkan karena semakin meluasnya dimensi dan modus operandi
perbuatan kriminal perdagangan manusia, sehingga batasan tradisional
perdagangan manusia/budak tidak relevan untuk mendorong perbuatan
perdagangan orang sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.
Selanjutnya, jika dianalisis pengertian perdagangan orang dalam
Protocol tentang definisi/batasan hukum perdagangan orang dapat menjadi
inspirasi munculnya kaidah hukum baru yang berkaitan dengan kejahatan
perdagangan orang. Karenanya, batasan/pengertian normatif perbuatan
dimaksud akan membawa dasar dan implikasi yuridis pula, terutama upaya
merekonstruksi perdagangan orang sebagai kejahatan luar biasa.
Dalam pendekatan hukum pidana, batasan trafficking menurut
protokol merupakan elemen dari suatu perbuatan yang dikualifikasikan
sebagai tindak pidana atau perbuatan melawan hukum (strafbaarfeit,
unlawfull). Bahkan, rumusan kejahatan kemanusiaan merupakan kejahatan
yang bersifat meluas dan sistemik sebagaimana yang dirumuskan dalam
Pasal 9 Konvensi Internasional tentang Human Trafficking dan Statuta Roma