Page 260 - S Pelabuhan 15.indd
P. 260
Namun demikian secara umum Pelabuhan Kuta yang terletak dalam teluk yang
dilingkupi oleh bukit-bukit, sangat aman bagi perahu-perahu yang berlabuh di sana.
Sebaliknya pelabuhan Tuban memiliki karakteristik pantai yang berkarang sehingga
menyulitkan perahu-perahu yang hendak berlabuh.
Pelabuhan Kuta sempat dikunjungi oleh pemimpin armada pelayaran Belanda
yang pertama, yaitu Cornelis de Houtman pada tahun 1597 dalam pelayarannya
ke Maluku. Waktu itu de Houtman memutuskan singgah ke pulau yang dikenal
dalam peta sebagai Baelle. Mereka singgah di pelabuhan Coutaen (Kuta) untuk
mendapatkan air minum dan perbekalan. Pada abad ke-17, perdagangan budak
menjadikan pelabuhan Kuta ramai dikunjungi para pedagang dari pulau-pulau di
Nusantara dan juga dari Belanda. Bagi Belanda perdagangan budak ini dipakai
kesempatan mengadakan kerjasama dengan raja-raja Bali untuk mencari orang-orang
yang bisa dijadikan serdadu pribumi pemerintahan Hindia Belanda.
Pada awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengirim utusannya untuk mendapatkan
budak-budak yang dijual oleh para raja di Bali untuk dijadikan prajurit. Bisnis ini
menjadikan para raja mendapat keuntungan yang tidak sedikit. Pelabuhan Kuta di
Kerajaan Badung menjadi pusat perdagangan budak yang ramai.
Pelabuhan Kuta juga menjadi bandar transit bagi barang-barang yang dibutuhkan
para pedagang asing dan lokal, seperti beras, kopi, teh, tembakau, rempah-rempah,
senjata, mesiu, candu, minyak kelapa dan porselin.
Bahkan sejak kantor dagang Belanda De Nederlandsche Handel-Maatschappij dibuka
di Pelabuhan Kuta pada tahun 1839, perdagangan di Kuta menjadi bertambah ramai,
terutama banyaknya barang-barang yang langsung diimpor dari Singapura. Barang-
barang dari besi, senjata, obat-obatan, timah hitam ini kemudian ditukar dengan
beras, minyak kelapa, kain, kulit sapi, tembakau dan babi. Penguasa Badung, Gusti
Ngurah Gde Kesiman sangat terbuka dan menerima baik kedatangan kapal-kapal
asing, sehingga tak mengherankan ketika seorang pedagang asal Denmark diangkat
sebagai syahbandar pelabuhan Kuta. Selain itu para pedagang Bugis dan Makassar
juga memegang peranan penting dalam perdagangan di Kuta. Jumlah penduduk
Bugis yang menetap di Kuta pada awal abad ke-19 mencapai 150 keluarga, mereka
kemudian dikenal dengan sebutan ‘Penduduk Bali Islam’. Kelebihan orang Bugis
dalam berdagang didukung oleh perahu-perahu jenis padewakang yang biasa
248