Page 27 - S Pelabuhan 15.indd
P. 27
ATLAS PELABUHAN-PELABUHAN BERSEJARAH DI INDONESIA
Aceh, Malaka, Jawa, dan Makasar berangkat ke arah Maluku dengan angin barat,
sedangkan mereka pulang dengan dorongan angin timur kembali ke tempat asal
kapal-kapal dagang tersebut. Dengan mengikuti pola angin yang sama kapal-kapal
dari India dapat berangkat ke arah Malaka dan sebaliknya (Poesponegoro 1984, 102).
Untuk perjalanan ke arah Campa, Cina, Vietnam, dan negeri-negeri di Asia Timur,
kapal-kapal dagang dapat berlayar pada bulan Juni sampai Agustus ketika angin
bertiup ke arah utara. Kemudian kapal tersebut dapat kembali ke selatan pada bulan
September sampai Desember dengan mengikuti angin yang bertiup ke selatan
(Poesponegoro 1984, 103).
Dalam satu contoh, adanya hubungan pelayaran dan perdagangan awal antara India
dengan Nusantara, dapat kita lihat dari ditemukannya sebuah prasasti berbahasa
Tamil (India Selatan) yang berangka tahun 1088 M. Prasasti ini menggambarkan
adanya hubungan dagang antara Sumatera dan India sejak 1088 M, karena ternyata
isi dari prasasti ditulis oleh perkumpulan pedagang asal Tamil di Barus, Sumatera
Utara. Dalam ulasan lain digambarkan bagaimana komoditi kapur Barus telah dikenal
luas di kalangan pedagang Arab dan India bahkan produk ini juga diperdagangkan
sampai Eropa. Kapur barus ini merupakan bahan wewangian dan obat-obatan yang
dipergunakan di Arab dan India. Selain itu ditemukannya keramik-keramik Cina di
Barus menunjukkan sudah adanya hubungan perdagangan antara Cina dengan Barus
di pantai barat Sumatera Utara (Guillot, ed. 2002).
Dengan demikian sudah sejak lama hubungan perdagangan antara Nusantara dengan
daerah-daerah di Asia Barat, Asia Selatan, dan Cina berlangsung. Dari beberapa
keterangan pelaut Portugis, mereka mengatakan bahwa para pelaut di Asia dan juga
di Nusantara sudah menggunakan peta dan alat-alat navigasi seperti yang dimiliki
oleh Portugis. Tambahan lagi banyak kapal-kapal Portugis ataupun Belanda yang
melakukan pelayaran menuju kepulauan Nusantara menyewa tenaga navigator dari
masyarakat setempat (Poesponegoro 1984, 104-107).
Kondisi geografi s kepulauan Nusantara yang dilingkupi laut dan selat, menjadikan
wilayah pantai di Nusantara sangat panjang dan luas, sehingga mata pencaharian
penduduk juga sangat tergantung dari mengolah hasil laut. Kegiatan ini sudah tentu
membutuhkan alat transportasi yang dapat dipakai untuk berlayar ke tengah laut
menangkap ikan atau menyeberangi laut dan selat untuk berdagang dengan daerah
15
seberang selat atau laut.