Page 104 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 104

Winoto sebagai perwakilan pemerintah dan para petani dan aktivis
           reforma agraria sebagai bagian dari masyarakat sipil. Terciptanya
           hubungan  ini  tentu  saja  tidak  serta  merta  hadir.  Perjuangan
           petani  untuk  berkontribusi  dalam  perumusan  kebijakan  dan
           implementasi  reforma  agraria  adalah  perjuangan  panjang  dan
           tak selalu menghasilkan seperti yang diharapkan. Pada bab ini
           akan diuraikan jawaban atas pertanyaan: Bagaimana kontribusi
           petani terhadap perumusan kebijakan dengan mengartikulasikan
           kepentingan mereka secara kolektif?

           Kontribusi Petani dalam Perumusan Kebijakan

               Asal  muasal  dari  seseorang/sekelompok  orang  melakukan
           tindakan  atau  memperjuangkan  sesuatu  tidak  terlepas  dari
           interaksi  pengalaman  individu  dengan  kondisi  sosialnya.
           Pengalaman individu merupakan pengalaman yang dialami oleh
           seseorang  selama  hidupnya.  Pengalaman  tersebut  diperoleh
           secara  langsung  maupun  tidak  langsung  (seperti  cerita  yang
           didapatkan dari orang tua ataupun orang lain yang berinteraksi
           dengannya). Adapun kondisi sosial adalah keadaan masyarakat
           pada  satu  wilayah  dalam  situasi  tertentu.  Kondisi  sosial
           dipengaruhi  oleh  situasi  sosial,  politik,  dan  ekonomi.  Interaksi
           antara  pengalaman  individu  dan  kondisi  sosial  inilah  yang
           membuat petani memperjuangkan hak atas tanahnya.

               Petani penggarap di Cipari mempunyai pengalaman masa lalu
           yang menjadi penyebab mereka melibatkan diri dalam perjuangan
           reforma agraria. Para petani penggarap ini adalah orang-orang
           yang secara langsung ataupun tidak langsung (baca: mendengar
           dari  orang  tuanya)  melakukan  trukah  (baca:  membuka  lahan),
           salah  satunya  saat  zaman  penjajahan  Jepang.  Pernyataan  ini
           diperkuat  bila  kita  merujuk  pada  kesejarahan  agraria  di  masa


                                                  Atrikulasi Kepentingan Petani  87
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109