Page 105 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 105

pendudukan Jepang pada tahun 1942, pemerintahan fasis Jepang
          mengeluarkan kebijakan agraria yang pada awalnya mengesankan
          kebaikan  dengan  memobilisasi  rakyat  untuk  menduduki
          tanah-tanah yang dikuasai perkebunan asing. Akan tetapi pada
          akhirnya, masyarakat hanya dijadikan “sapi perah” Jepang. Hasil
          yang didapatkan dari usaha tani tersebut diperuntukkan untuk
          kepentingan Jepang dalam menghadapi peperangan (Fauzi, 2012;
          Eng, 2008; Sato, 1994; Kurasawa 1988, 1993; Tauchid 1952).

             Di  antara  mereka,  juga  terdapat  orang-orang  yang
          mengerjakan  lahan  dan  kemudian  diusir  dari  tempatnya  oleh
          tentara dengan alasan orang tersebut terlibat dalam Barisan Tani
          Indonesia (BTI). Pengalaman melakukan trukah dan merasakan
          pengusiran  menjadi  alasan  utama  bagi  para  petani  penggarap
          untuk menuntut kembalinya hak atas tanah. Bagi petani, tanah
          tersebut  adalah  tanah  miliknya  yang  telah  diambil  alih  oleh
          tentara untuk dijadikan perkebunan.
             Menurut  Lev (1963) juga Sundhausen (1982), pada sekitar
          1949–1959,  Indonesia  menganut  demokrasi  liberal  multipartai
          yang  berdampak  pada  tidak  stabilnya  politik  nasional.  Hal
          ini  ditandai  dengan  pemberontakan  di  daerah  dan  terjadinya
          pergantian sembilan perdana menteri di masa tersebut. Sistem ini
          membuat  Soekarno  pada  1957–1963  memberlakukan  keadaan
          darurat perang yang membuat peran tentara menguat. Tentara
          kemudian  menjadi  kekuatan  politik  dan  ekonomi,  termasuk
          memperoleh kendali atas semua perkebunan-perkebunan yang
          sebelumnya  milik  Belanda.  Menguatnya  peran  tentara  semakin
          nyata  dengan  munculnya  Dekrit  5  Juli  1959,  yang  kemudian
          melahirkan “Demokrasi Terpimpin”. Feith (1962) menyebut masa
          ini sebagai masa interaksi yang  baik  antara Soekarno dengan



         88   Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110