Page 31 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 31
dapat tunduk pada ideologi dominan tersebut. Dengan begitu
tercipta suatu naturalisasi terhadap relasi produksi sehingga
menjadi nampak alamiah dan seolah sudah kodratnya demikian
(Baiquni & Adian, 2015).
Namun demikian, masih menurut Baiquni & Adian
(2015) sebetulnya interpelasi itu tidaklah tunggal hanya
untuk kepentingan kapitalisme belaka, melainkan bahwa ada
kemungkinan interpelasi yang anomali terhadap basisnya akibat
bangunan metafor masyarakat yang berupa overdeterminasi.
Dalam konteks formasi sosial kapitalis yang berisi antagonisme
kelas, maka interpelasi di satu sisi akan berguna untuk
melanggengkan status quo, namun di sisi lain interpelasi juga
memiliki daya revolusionernya tersendiri. Apabila aparatus
ideologis pada masyarakat kapitalis menginterpelasi individu
sebagai subjek untuk mengafirmasi relasi-relasi produksi
yang sebetulnya penuh penindasan, maka aparatus ideologis
seperti partai komunis pada masyarakat kapitalispun dapat
pula menginterpelasi proletariat: individu sebagai subjek untuk
memperkuat prasangka secara saintifik bahwa dirinya memang
tengah ditindas.
Untuk lebih mendalami kontestasi tersebut, maka alat bantu
analisis kuasa agraria model Bernstein (2010) dan White (2011)
yang menjawab beberapa pertanyaan penting akan digunakan
dalam penelitian ini. Beberapa pertanyaan penting tersebut antara
lain: (1) siapa menguasai sumber agraria apa (who owns what?);
(2) siapa melakukan aktivitas produksi apa terhadap sumber
agraria tersebut (whodoeswhat?); (3) siapa memperoleh hasil apa
dari aktivitas produksi tersebut (who gets what?); (4) digunakan
14 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono