Page 147 - SKI kls 8
P. 147
Setelah Al-Azhar resmi menjadi masjid negara, kegiatan
ilmiah pertama kalinya berupa berkumpulnya para ulama
pada bulan Oktober 975 M/Shafar 365 H. Mereka terdiri dari
para fuqaha terkenal dan pejabat pemerintahan Faṭimiyah di
Al-Azhar. Saat itu, Abu al-Hasan Nu’man bin Muhammad al-
Qirawaniy, seorang Qadi al-Qudat (Hakim Agung) Dinasti
Faṭimiyah menyampaikan ceramah umum (Studium
Generalle).
Tidak dapat diketahui dengan jelas, perubahan nama dari
Masjid Al-Qahirah menjadi Masjid Al-Azhar. Saniyah
Qura’ah berpendapat bahwa penamaan tersebut berawal dari
usulan Ya’kub Ibnu Killis, seorang wazir masa Al-Aziz Billah.
Usulan itu dinisbatkan kepada nama istana Khalifah Al-
Masjid Al-Azhar Qusyur al-Zahirah, atau dikaitkan dengan nama putri Nabi
Sumber: http://kalipaksi.wordpress.com
Muhammad, yaitu Fatimah al-Zahrah.
Pendapat lain mengatakan bahwa penamaan tersebut dikaitkan dengan nama sebuah planet,
yaitu Venus yang memiliki cahaya cemerlang. Ada pula ahli yang menisbahkan istilah Al-Azhar
dari kata bunga. Istilah ini kemudian menjadi simbol dari ‘kemegahan’ peradaban Muslim di
Kairo.
Namun demikian, terlepas dari latar belakang penamaan tersebut, yang jelas bahwa para
pendirinya berharap Masjid Al-Azhar membawa kejayaan umat Islam maupun dunia. Dalam
sejarah panjangnya, masjid ini terus dikembangkan fungsinya. Awalnya hanya sebagai tempat
ibadah dan propaganda ajaran Syi’ah, tetapi belakangan berfungsi juga sebagai Perguruan
Tinggi Islam di Kairo, Mesir.
C. Al-Azhar Pada Masa Dinasti Ayyubiyah
Dinasti Faṭimiyah yang bermazhab Syi’ah berakhir, kekuasaannya digantikan oleh Dinasti
Ayyubiyah yang bermadzhab Sunni. Pergantian tersebut berdampak pula pada perkembangan
sejarah al-Azhar. Ṣalahuddīn al-Ayyubi juga mengeluarkan kebijakan untuk pengembangan Al-
Azhar, antara lain: Al-Azhar tidak boleh digunakan untuk Shalat Jumat dan kegiatan madrasah.
Alasannya, pada masa Dinasti Fathimiyah Al-Azhar dijadikan pusat pengembangan ajaran
Syi’ah.
Di luar itu, Ṣalahuddīn juga menunjuk seorang qaḍi, Sadruddin Abdul Malik bin Darabas
menjadi qaḍi tertinggi, yang berhak mengeluarkan fatwa-fatwa hukum mazhab Syafi’i. Salah
Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2013 131