Page 159 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 159

Pohon  itu  kini  sepi.  Biasanya,  Ijad  sudah   Dulu,  Jalu  sering  mandi  di  sungai  itu  bersama
 bertengger di salah satu dahannya. Hari ini giliran Ijad   Abah. Biasanya, dia akan berbaring di antara dua batu
 menguasai pohon itu. Tumben, pikir Jalu. Ijad tidak   besar dan membiarkan punggungnya diterpa derasnya
 akan pernah melewatkan saat giliran mereka tiba. Ijad   arus sungai. Seperti dipijat, pikirnya.
 sangat menyukai buah kersen. Jalu berjalan pulang,   Jalu  belum  pernah  mandi  di  sungai  lagi,  setelah
 mengetahui orang yang dicarinya tak ada di sana.    kehebohan  di  Kampung  Naga,  beberapa  waktu  lalu.

 Matahari  meraung-raung  di  atas  kepala.  Rasa   Perasaan  takut  menghampiri  setiap  kali  dia  berniat
 panas  menyengat,  merobek  pertahanan  kulitnya.   memasukkan  kakinya  ke  dalam  air.  Meskipun
 Keringat mengucur dari pori-pori sekujur tubuhnya.   sesungguhnya,  dia  kangen  memanjakan  badannya
 Kepala Jalu celingak-celinguk sesampainya di parkiran   dipijat oleh air.
 Kampung  Naga.  Apakah  tidak  ada  pengiriman  hari
                   Jalu  bertanya-tanya  dalam  hati.  Mungkin
                                                           saat ini
 ini?  Biasanya,  beberapa  orang  yang  bekerja  akan   sudah saatnya berdamai dengan sungai itu? Mumpung hari
 menunggu  kurir  untuk  menjemput  barangnya.   terik, sekalian menghilangkan rasa gerah akibat udara
 Merasa tak menemukan seorang pun di parkiran, kaki   panas dan perasaan yang berat.
 Jalu mengarah ke tangga. Dia akan pergi ke warung
 Ijad,  basecamp  utama  bisnis  mereka.  Namun,  tak   Jalu  melepas  semua  yang  melekat  di  tubuhnya.
 seorang pun terlihat di sana, baik Ijad, Utari, maupun   Hanya  tersisa  celana  pendek  yang  biasa  digunakan
 para tetangga yang biasa membantu.  rangkap dengan celana sekolahnya. Kaki telanjangnya
               yang lembap menyentuh jalan tanah yang lembut, jalan


 Tak  biasanya  warung  Ijad  tutup, suara dari    batu yang terasa panas akibat disengat Matahari, juga






 benak Jalu. Tubuhnya yang  tadi berdiri, kini duduk    rumput di pinggir sungai. Jalu baru saja membungkuk

 di  salah  satu  bangku  yang  ada di balai-balai warung.   ketika tiba-tiba.…





 Matanya memandang  ke  arah  Hutan Biuk, yang  ada
 di seberangnya. Air Sungai Ciwulan tampak jernih di   “Hoi!” Suara Ijad yang juga masih seperti suara anak-
 musim kemarau.  anak berusia tujuh tahun melengking di telinga Jalu.
 Mandi  di  Sungai  Ciwulan  menyegarkan  sekali.   Jalu menoleh seketika.
 Airnya  sangat  dingin  di  pagi  hari.  Airnya  pun  tetap   “Huh, hobi banget sih bikin kaget!” sergah Jalu ketus.
 dingin  di  siang  hari.  Mungkin  bedanya  hanya  sekitar   Sayangnya, reaksi yang diterima Jalu tak sesuai harapan.
 beberapa derajat lebih hangat. Arusnya pun sangat deras.
 150  Mengejar                                   Salah Paham  151
                                                     Bab 15
 Haruto
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164