Page 144 - qowaid
P. 144
QAWA’ID FIQHIYYAH
haqiqah adalah sesuatu yang mustahil bahkan hakikatnya
tidak mungkin terjadi. Jadi inti dari kaidah ini adalah
apabila sesuatu secara nalar tidak terjadi berdasarkan
adat kebiasaan, maka dalam kenyataannya juga tidak
akan mungkin terjadi.
Contoh aplikasi kaidah ini adalah sebagai berikut:
1) Kasus mahar dan hubungan seksual. Dalam
permasalahan ini apabila seorang istri yang telah
berhubungan badan dengan suaminya mengatakan
bahwa ia belum menerima mahar sebagaimana yang
ditetapkan, maka pernyataan seorang istri tersebut
tidak dapat dibenarkan. Hal ini disebabkan adat yang
biasa terjadi bahwa seorang istri akan menyerahkan
diri pada suaminya jika istri telah menerima maharnya.
2) Orang yang mengaku bahwa barang yang dimiliki oleh
orang lain itu barang miliknya. Namun ia tidak bisa
menjelaskan darimana asal barang tersebut diperoleh.
Pengakuan seseorang yang seperti ini tidak dapat
diterima karena hal ini termasuk suatu yang tidak
mungkin berdasarkan kebiasaan yang terjadi, sehingga
secara nalar dihukumi sebagaimana sesuatu yang
mustahil terjadi.
3) Seseorang yang secara umum terkenal dengan
kemiskinannya, namun dihadapan hakim ia mengaku
bahwa ia termasuk dari golongan orang kaya.
Pengakuan orang tersebut tidak ditolak oleh hakim
karena bisa saja terjadi menurut akal. Namun ketika
menanyakan tentang darimana asal kekayaannya itu,
maka sekiranya perngakuaanya bertentangan dengan
adat sehingga ditolak.
j. Kaidah
ْ ُ
َ
ِةَداعلا ِةلَلََدب ُكرتُت ةَقْيِقَحلا
َ
ِ
َ
“Arti hakiki ditinggalkan karena ada petunjuk arti
menurut adat”.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ulama, jika ada
pertentangan antara hakikat dengan majaz, maka
hendaknya yang hakikat diunggulkan atau dikuatkan dan
majaz ditinggalkan. Begitu juga jika terdapat
133